[Ulasan Film] Gadis Kretek: Kisah Cinta Menyesakkan Dada dan Sejarah Kelam yang Menyengsarakan

November 13, 2023

Official poster serial Gadis Kretek

Score: 9,3/10.

Cerita dalam serial ini diangkat dari novel berjudul Gadis Kretek karya Ratih Kumala. Bercerita tentang perjalanan Lebas (Arya Saloka) mencari perempuan bernama Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo) yang disebut-sebut bapaknya ketika dalam keadaan sakit.

Perjalanan dimulai dari sini, Lebas berjumpa dengan Arum (Putri Marino) lalu mereka bertualang menelusuri masa lalu bersama dan satu per satu fakta tersingkap dan menjawab banyak sekali pertanyaan bukan hanya di diri Lebas tetapi Arum pun mendapatkan banyak kejutan di akhir episode. 

Gadis Kretek menjadi serial original Netflix pertama asli Indonesia yang memberikan standar (benchmark) cukup tinggi. Keputusan Kamila Andini dan Ifa Isfansyah selaku sutradara untuk menjadikan novel ini sebagai serial adalah keputusan paling tepat. Banyak sekali hal yang bisa dieksplorasi dari masing-masing karakter dan latar belakang sejarahnya dengan total durasi 5 jam alias 5 episode. 

Edited image by @kompasmuda
Semua orang membicarakan serial ini disertai puja-pujinya, sementara saya sengaja baru menuliskannya sekarang karena tak tahu mau menuliskannya dari mana, sebab semua departemen yang terlibat menunjukkan performa terbaiknya dan saling dukung untuk menyempurnakan hasil akhirnya. Camera movement di beberapa scene dan perpindahan transisi dari tahun 2000-an ke 1960-an alus banget, sukak!

Aktor-aktornya tidak hanya akting, tetapi mereka telah berhasil menghidupkan karakter di dalam buku dan lebur bersama dalam dunia yang dibangun sedemikian mewah dan memanjakan mata. Serial ini setara bahkan lebih tinggi dari drama Korea yang belakang sering saya tonton. Latar belakang sejarah tahun 1965-an bukan hanya tempelan, namun bagian dari penggerak cerita dan penentu nasib para tokoh yang dihadirkan. 

Sulit rasanya mencari kelemahan dalam serial ini, meskipun tidak benar-benar sama dengan bukunya, tetapi serial ini dikembangkan jauh lebih mengesankan. Rasanya, 5 episode terasa kurang lantaran saking terhanyutnya saya ketika menonton. 

Special mention saya untuk Rukman Rosadi yang berperan sebagai Idroes Moeria, ayah dari Dasiyah alias Jeng Yah. Beliau sekaligus bertanggung jawab sebagai acting coach para pemain. Beliau seorang dosen, bersyukur saya pernah satu project di film Yuni, caranya mengajarkan ilmu tentang akting memang luar biasa—sering dibahas pula oleh Dian Sastrowardoyo dan aktor lainnya. Ia pandai memainkan mimik wajah (micro expression) dan menyampaikan emosi tanpa dialog.


Ada satu scene, ketika ia pertama kali mencoba kretek dengan saus buatan Dasiyah yang diberikan oleh Soeraja (Ario Bayu), dalam satu scene itu ekspresinya berubah berkali-kali dalam hitungan detik, matanya menyala dan berubah seolah dapat berbicara (saya sulit menjelaskan ini tanpa menunjukkan visualnya). Lalu saat ia tertangkap dan kepalanya dihantam popor senapan, itu salah satu scene terbaik, rasa sakitnya menembus layar ponsel dan menyisakan ngilu di dada. 

Kalau mesti ada yang dikritisi, barangkali akting Ibnu Jamil saat memerankan Seno terasa kurang lepas dan maksimal, saya masih melihat kalau itu Ibnu Jamil, bukan Seno. Dan CGI helikopter tolonglah Netflix, bisa kali pakai heli beneran, terlalu keliatan bohongannya, walaupun termaafkan, sih ketutup sama yang lain. Ditambah kedekatan dan hubungan anak-anak Pak Raja kurang banyak mendapatkan porsi, sepertinya bisa jadi spin-off tersendiri 😁

Secara keseluruhan, serial ini bagus banget. Sountrack dan lagu-lagu pengiringnya pun menyatu sekali dengan latar serial ini. Sukak banget tolong!! 

Bangga banget film Indonesia udah ada di level ini. Kalau masih ada yang bilang film Indonesia jelek, sini ngomong depan muka gue, biar gue sodorin serial ini sambil gue tampol sama vas bunga Jeng Yah! 

Cilegon, 13 November 2023


You Might Also Like

0 komentar