Jumat pagi kemarin, (14/8) saya bersama relawan Rumah Dunia memenuhi undangan dari Pondok Pesantren Moderat At-Thohiriyah, di Pelamunan, Serang. Saya betul-betul rindu bisa kembali bertatap muka dengan adik-adik santri atau peserta pelatihan menulis macam ini.
Saya bergembira sekali kepada pesantren yang mau terbuka mengadakan pelatihan menulis, artinya para santri diberikan kesempatan untuk belajar hal lain di luar mata pelajaran yang biasanya mereka geluti sehari-hari.
Terlebih sewaktu perkenalan, jarang saya temui antusias peserta seperti pagi tadi. Tampak betul mereka ingin belajar sesuatu. Apalagi sewaktu Mas
Golagong
memberikan motivasi menulis kepada para santri. Bahkan termasuk para ustadnya pun turut larut dalam suasana.Ada dua hal yang berhasil membuat hati saya tersentuh; pertama ketika Mas Gong menjelaskan tentang proses kreatif menulis novel Balada Si Roy. Betapa ia membentuk karakter Roy sebagai lelaki sejati yang ingin melakukan perjalanan ke berbagai daerah berhasil menggerakkan banyak pembaca untuk melakukan hal serupa. Kata belio, "Kita ini kalau punya rumah baru, tentu ingin dikunjungi orang, kan? Paling tidak pengen dilihat sama orang lain. Nah, begitu juga Allah, dunianya yang indah ini, sayang betul kalau kita tidak bisa menikmati keindahannya, bertebaranlah di muka bumi sembari menyebarkan kebaikan kepada sesama. Allah pasti senang."
Mendengar itu ada sesuatu yang mengusik dalam hati saya. Sayang sekali rasanya, selagi muda bila kita tidak menjelajah ke berbagai tempat ciptaan-Nya. Sembari kita belajar makna kehidupan dan belajar menerima perbedaan yang beraneka ragam dari setiap tempat. Agar tak mudah terbakar sewaktu bertemu orang yang tidak sependapat dalam memandang sesuatu.
Hal lainnya yang bikin saya tersentuh ketika acara usai, anak-anak santri berkerumun ke meja tempat buku-buku terbitan Gong Publishing dipajang. Meski kata ustadnya jajan mereka terbatas, tapi tak sedikit yang memboyong buku-buku yang memang sengaja kami beri harga terjangkau saat itu. Ada satu bocah yang datang membawa berlembar-lembar uang yang ia keluarkan dari kantongnya. Beruntung
Abdul Salam
berhasil merekamnya.Seperti dalam video, saya menangkap keseriusan bocah itu. Betapa tidak, katanya dia menabung uang itu sejak masuk pesantren. Dia memang salah satu santri yang baru masuk di angkatan tahun ini.
Tanpa maksud membanding-bandingkan, saya kok tiba-tiba ingat kejadian beberapa tahun lalu sewaktu kampus saya mengadakan bedah buku salah satu penulis. Ketika acara usai, buku si penulis satu pun tak ada yang terjual, padahal peserta yang hadir memenuhi aula dan antusias saat tanya jawab. Tapi jangankan peserta, panitianya saja tidak ada yang membeli satu biji pun buku dari penulis itu, padahal mereka mahasiswa!
Saya belajar dari anak-anak santri itu. Begitulah kepolosan anak-anak. Polah dan tingkah laku mereka tidak dibuat-buat, mereka melakukan apa pun yang memang ingin mereka lakukan, tanpa tekanan dan intervensi dari orang lain. Sebab saya tahu, saat acara usai
Taufik Hidayatullah
langsung mencegat para ustad untuk diwawancarai. Jumat depan, saya dan Abdul Salam akan kembali ke sana untuk mengisi kelas menulis untuk mereka yang bersungguh-sungguh, karena pagi tadi baru perkenalan saja. Semoga api kecil dalam hati dan mata mereka untuk belajar sesuatu yang baru terus terjaga~
selengkapnya: Facebook Ade Ubaidil