Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] TENTANG ADE UBAIDIL
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda
    image by: www.google.com

    Pintu kaca berderak. Terlihat pria dewasa yang aku taksir berusia tak kurang dari tiga puluh, memasuki sebuah ruangan tempat kami berdiam. Hanya ada aku dan temanku satu saja di dalam sini. Tak ada yang menghiraukan kami. Semua menuju ke penghuni baru. Ya, penghuni baru, sedang aku dan temanku hanya ibarat barang bekas yang tak rela dibuang begitu saja dengan pemiliknya.
    “Semoga ia mendekat,” bisikku kepada Ve, temanku yang menatap sendu. Sepertinya semangat dalam dirinya tengah meredup, ia sudah pasrah menggantungkan harapan kepada orang-orang yang selalu berlalu lalang di hadapan kami, namun lebih sering tak menyentuh tubuh kami, bahkan menoleh pun tak sempat.
    Ah, entah sampai kapan kita di sini, dilumat butiran debu yang kian menebal, tak diperhatikan dengan pengoleksiku yang padahal dahulu aku ingat sekali, ia memuji-mujiku di hadapan mitra kerjanya.
    “Ve, kenapa diam? Tenang saja, pada waktunya tentu harapan kita akan terpenuhi.” Ia menoleh sesaat kemudian kembali lesu. Tak banyak yang bisa aku perbuat. Setidaknya, aku masih memiliki harapan dengan pria yang masih mondar-mandir di hadapanku sejak tadi ia masuk. Aku terus berdoa dan memohon agak ia menyentuhku, atau setidaknya, memperhatikanku walau beberapa detik.
    Continue Reading

    illustration by: www.google.com


    Tubuhnya bergetar hebat. Di sela-sela banyaknya orang yang berkerumun, kakinya perlahan melangkah pergi. Satu... dua... tiga... seketika ia sudah berada di tempat yang berbeda. Ia bertamu di rumah Tuhan.
    ***
    Dunia tak ubahnya hanya sekumpulan budak dan raja. Begitu aku menganalogikannya. Kenapa tidak? Untuk bergerak saja, harus diatur sedemikian rupa. Siapa pun jangan bicara keadilan denganku. Aku takut belatiku semakin tumpul bila terlalu banyak bersimbah darah segar.
    Tiga orang yang pernah memimpin negeri ini, baru saja menjadi buah bibir di seantero pelosok nusantara karena dibunuh dengan sangat tragis. Salah satu organ vital ketiganya hilang, hingga saat aku duduk di sini, kepala mereka yang terpenggal belum juga ditemukan. Tunggu dulu, jangan terburu-buru menuduhku. Aku paling tidak suka berteman dengan orang yang tergesa-gesa. Apalagi mereka yang senang mempergunjing kehidupan orang lain tanpa di dasari data dan fakta.
    Continue Reading

    Illustration by: www.google.com


    Seluruh tubuh gadis itu telah terkepung jutaan kubik air laut. Ia merasakan tubuhnya berat untuk kembali ke atas. Hanya jeritan tertahan di kerongkongannya yang percuma, lalu perlahan terisi air asin. Seketika gelap tak ada suara.
    ***
    Sejak semester awal aku tinggal di tempat ini bersama Lia. Sahabatku di kampung yang mulai berubah. Kenapa aku katakan berubah? Ya, karena ia sudah tidak lagi seperti dahulu. Lia yang aku kenal telah menjelma menjadi ‘orang kota baru’ begitu aku menjulukinya. Aku senang Lia sudah tidak lugu lagi, tetapi ada satu hal yang membuatku sangat membencinya. Ketika dia sedang bersama Rossy.
    Pertama kali aku mengenal Rossy tentu melalui Lia. Ketika bapaknya dari kampung memberikan Rossy sebagai kado ulang tahunnya. Aku selalu merespons cerita dari Lia layaknya seorang sahabat. Aku senang ketika dia senang. Namun, lama kelamaan aku mulai muak dengannya. Rossy-lah dalang dari semua kemuakanku ini. Kedatangannya di tengah-tengah kita—lebih tepatnya di dekat Lia, aku menjadi sahabat yang entah di nomor-berapakan oleh Lia?

    Tunggu dulu, apa aku belum bilang ya, rupa dari Rossy itu? Kalian jangan menduga kalau dia adalah seorang manusia sepertiku. Tetapi, menurutku Lia memang menganggap Rossy itu manusia. Bagaimana tidak, hampir setiap waktu Rossy tidak pernah lepas darinya. Aku yang merasakan bagaimana kebahagiaanku—di tempat yang kurang layak disebut rumah ini— direnggut. Rossy selalu mampu membuat Lia tersenyum sendiri, menangis, bahkan cekikikan di tengah malam seperti kuntilanak yang nangkring di pohon jengkol—Duh, bulu kudukku merinding, padahal aku sendiri belum pernah melihatnya. Mungkin tak terhitung lagi sudah berapa banyak Lia mengabaikanku saat aku mengajaknya berbicara. Dia malah asyik dengan Rossy—dunianya.
    Continue Reading

    Tambun. Mungkin itu yang akan banyak diucapkan saat melihat sosok tua berusia lanjut dengan kumis daplang, tebal menutupi sebagian bibirnya yang maju. Ya, tak aneh jika ia dijuluki Pak Gemblong oleh warga di sekitar tempat tinggalnya, karena perutnya yang besar dan benyai yang serupa penganan berbahan dasar ketan, dan tak jauh beda kulitnya serupa kulit cicak.
    Siang itu, langkahnya beringas mengais pangan, entah apa yang ada dalam pikirannya. Kusti anak semata wayangnya yang masih belia, dipaksa untuk berjalan cepat. Sang istri pun geleng-geleng melihat tingkah lakunya, namun ia selalu menuruti apa yang dituturkan kepadanya.
    Kusti terkulai lemah saat melalui tempat yang gelap dan sedikit becek, meski baginya itu hal yang lumrah dilewati sepulang sekolah. Pak Gemblong tidak mau tahu, salah sendiri Kusti ingin ikut bersamanya mencari tambahan lauk, gerutunya dengan penuh emosi.
    “Cepat! Sepertinya, di depan kita banyak makanan.”
    “Sabar, Pak. Kusti ‘kan masih kecil, kasian dong...”
    Bocah kurus itu berusaha  menyamakan irama kaki Ibu dan Bapaknya walau dengan terseok-seok dan napas yang mulai terengah-engah. Sepertinya ia tengah kehabisan oksigen.
    “Bentar lagi, Kus!” seru Ibunya kemudian, mencoba menyemangati buah hatinya.
    Continue Reading


    Majalah UMMI (Juara 1 Milad UMMI ke-25 Tahun)

    Tubuh Misni masih meringkuk seusia salat Tahajud. Ia terlelap di atas sajadah panjangnya dengan kedua tangan yang merangkul sesuatu. Keringat mengucur deras di keningnya yang keriput. Ia merasakan kobaran api tengah menguliti tubuhnya yang masih berbalut mukena. Seketika ia terjaga dari tidur. Hanya terdengar jeritan dari mulutnya yang kering. Lalu gulita, tak lagi ada suara.
    ***
    Apa yang bisa dilakukan seorang anak untuk membahagiakan kedua orang tuanya?
    Pertanyaan seperti itu yang kerap kali memenuhi pikiranku. Jika ditanya tentang kebahagiaan, aku selalu kesulitan menggali benakku untuk mencari jawabannya yang cocok. Sebab, sebelum membahagiakan orang lain, aku selalu mencoba menciptakan kebahagiaan untuk diriku sendiri terlebih dahulu.
    Beberapa bulan terakhir ini aku selalu resah dengan keinginan ibu dan abah. Aku tahu mereka tidak mengatakannya langsung kepadaku. Tetapi dari raut wajahnya terlukis harapan yang begitu besar yang mampu membuatku memutuskan untuk berhenti kuliah saat menginjak semester lima.
    “Ini sudah keputusan Adzim, Bu.”
    “Tapi, Nak, sayang jika kuliahmu harus terhenti.”
    Hatiku tergetar mendapatkan jawaban dari ibu. Padahal kulakukan ini agar tidak membebani abah dan ibu lebih lama lagi. Gaji seorang Guru agama tentu tidak akan selalu cukup untuk membiayaiku kuliah. Apalagi ibu yang hanya seorang penjahit. Penghasilannya tak menentu. Aku sudah dewasa dan keputusan ada di tanganku. Abah tak banyak bicara ketika tahu aku memilih berhenti kuliah. Namun sikapnya yang dingin serta tatapannya yang menohok hingga relung hatiku telah cukup mewakili apa yang akan dikatakannya.
    Continue Reading
    Harian Radar Banten

    Berbuatlah seperti jantung. Meski tak terlihat, ia tetap berdegup dan degupannya dirasakan oleh tubuh.
    Siapa yang tak tergetar mendengarkan kalimat semacam itu? Terlebih bagi orang sepertiku, kalimat itu benar-benar membantu. Kau tahu? Dari kalimat itu aku bisa bertahan sampai sejauh ini. Kau tak percaya?! Mari aku ceritakan segelintir perjalanan hidupku. Duduklah dengan tenang, dan dengarkan kata demi kata yang akan aku sampaikan padamu. Bukannya aku ingin mengguruimu, aku hanya ingin berbagi pengalaman, semoga saja berguna untukmu. Bagaimana, kau siap? Bagus! Anggukanmu sudah cukup mewakili ucapanmu yang terkunci.
    Cilegon, 1993
    Ketika itu ayam jago belum mengumandangkan kokok-nya. Pagi buta, aku sudah terjaga. Menyusuri sebuah jalanan yang dipadati dengan ruko-ruko para pedagang. Indera penciumanku disambut dengan aroma anyir ikan segar bercampur entah bau apalagi. Yang jelas lalat-lalat berseliweran ke sana kemari. Kau tahu pasar baru di jalan Soedirman Km.5 dekat SMP 3 Cilegon itu? Ya, kau menunjuk ke arah yang tepat. Kau pernah ke sana, kan? Nah, di tempat itu dahulu aku tinggal. Tertidur pada emperan jalan dengan ditilami kardus-kardus bekas.
    Di antara jejeran para pedagang pasar, pagi buta itu sudah cukup ramai. Banyak para pembeli berdatangan. Riuh dan padat. Bahkan mungkin kau takkan bisa membedakan mana pembeli dan mana penjualnya. Ya, karena semua berbaur dan melingkari barang dagangan yang dijajakan di sana.
    Aku mengendap-endap memerhatikan tingkah laku mereka. Aku tidak mau menampakkan diriku di tengah-tengah keramaian itu. Kau mungkin bisa menebak alasannya. Ya, kan? Oh, tunggu sebentar. Aku membawa air mineral di dalam tasku. Mungkin saja kau dahaga.
    Sudah berapa lama di sini? Lima jam?! Wah, lama sekali. Kulihat jarimu cukup besar. Kalau kau kuajak kerja, mau?! Ah, tak usah malu-malu. Atau mungkin aku lanjutkan dulu kisahku, ya?! 
    Begini...
    Saat melihat kerumunan orang yang sibuk mengurusi keperluan masing-masing. Aku terduduk pasrah di sebuah gang yang
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar

    (AG Publishing | 204 halaman | Rp75.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Pengunjung

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ▼  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ▼  November (6)
        • Jantung (Radar Banten, 31 Agustus 2014)
        • PIGURA (Majalah UMMI, 30 Agustus 2014)
        • Saksi Bisu Beribu Kematian (Banten Raya, 26 April ...
        • ROSSY
        • Kisah Pemenggal Kepala (Kumcer: Mayat dalam Lumbun...
        • Aku, Percaya Keajaiban!
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ►  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (38)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (9)
      • ►  November (15)
      • ►  December (4)
    • ►  2024 (3)
      • ►  January (1)
      • ►  March (2)
    • ►  2025 (1)
      • ►  January (1)

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top