[MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)
January 14, 2016
Mula-mula saat menganggur, tak
tahu mau berbuat apa, saya iseng pergi ke rental komputer atau Warnet (Warung
Internet)—sebab belum memiliki komputer sendiri. Ketika itu saya baru saja
lulus dari sekolah Madrasah Aliyah (MA), sekitar tiga tahun lalu. Selagi
menanti pengumuman penerimaan mahasiswa baru di salah satu Perguruan Tinggi,
saya memutuskan untuk mencari kesibukan di sela-sela waktu nan senggang itu.
Sebuah informasi didapat. Pada
salah satu website, memuat berita perlombaan yang diadakan oleh sebuah penerbit
indie. Lomba menulis puisi. Saya girang, meskipun tak pandai pun menulis
sajak/puisi. Alih-alih mengurungkan kehendak, saya tetap berniat mengirimkan
tulisan untuk lomba tersebut. Modal nekat sahaja. Sebab, bila ditilik ke
beberapa tahun sebelumnya saat itu, di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs), saya
pernah menulis sebuah diary pada buku catatan, serupa novel—meski sampai
sekarang belum pernah diketik ulang dan dirampungkan. Dalam jeda waktu yang
cukup lama, saya sempat tak menulis lagi. Bisa dibilang semacam trauma dan
merasa diri tak berbakat menulis. Karena saat MTs dulu pernah pula mengikuti
lomba serupa dan kalah. Tetapi kali ini lain hal, saya nak coba mulai lagi dari awal. Maka mengirimkanlah saya lima buah
puisi ke email panitia lomba itu.
Usai mengirimkan, saya lupa
dengan lomba tersebut. Mulai disibukkan dengan pendaftaran kuliah, sebagai
mahasiswa baru di Universitas Serang Raya (UNSERA), Fakultas Teknologi
Informasi, jurusan Sistem Komputer. Dan diterimalah saya. Betapa senang hati
saat itu. Kemudian, di saat hati sedang berbunga-bunga, diliputi rasa bahagia,
ditambahlah pula dengan informasi melalui email kalau hanya tiga buah puisi
saya yang lolos kurasi—di antara ratusan penulis lainnya. Singkat kisah puisi
saya itu masuk dalam antologi dan dibukukan bersama 50 penyair muda Indonesia,
berjudul “Kejora yang Setia Berpijar (FAM Publishing, 2013).”
Sungguh tak disangka-sangka.
Itulah awal mula tulisan pertama saya yang dibukukan. Lantas semangat saya
terus bertambah dan menggebu. Meski sempat kesulitan karena belajar menulis
secara otodidak, sebab di tempat lahirku, Cilegon-Banten, bisa dibilang peminat
dunia literasi kurang menggeliat saat itu. Kemudian saya berinisiatif mencari
informasi-informasi di jejaring sosial Facebook. Di sana ternyata banyak
grup-grup kepenulisan. Salah satu grup kepenulisan yang pertama kali saya ikuti
adalah Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Dengan mengusung slogan, “dakwah
bilqalam” membuat saya kian termotivasi dan berhasil membakar semangat saya untuk
menginspirasi banyak orang. Sampai akhirnya saya menjadi anggota resmi di grup
tersebut. Kemudian lambat-laun satu per satu grup kepenulisan saya ikuti.
Dengan kegiatan yang beragam, semisal: bedah karya, bincang bersama penulis
ternama, sharing-sharing bahkan
sampai kopi darat (Kopdar)—bertemu di dunia nyata dan mengadakan kegiatan.
Saya kian larut dalam dunia
literasi ini. Seperti seorang bocah yang penasaran pada sesuatu, dengan ilmu
yang kurang mumpuni hingga membuatnya terjerembab ke sebuah dunia yang dalam
sekali. Namun beruntungnya, meski begitu, ternyata dunia ini begitu indah. Saya
rela terjerembap selamanya di dunia tulis-menulis ini. Akhirnya saya memilih
untuk menekuninya, sekalipun saya tak ada background sebagai penulis—baik dari
keluarga maupun konsentrasi pendidikan.
Kemampuan saya pun terus merambah,
bukan hanya menulis puisi. Semua saya jajal, mulai dari menulis prosa: cerpen
dan novel; resensi buku, surat, esai, artikel hingga jurnal ilmiah.
Sejak saat itu pula banyak
perlombaan yang saya ikuti, hingga detik ini, tak sedikit kekalahan yang harus
saya terima. Namun demikian, karena reaksi tergantung pada aksi, sesuai dengan
usaha dan kerja keras yang terus-menerus, Alhamdulillah,
beberapa prestasi pun berhasil saya rengkuh. Salah satunya yang paling terbaru
dan membanggakan adalah memenangi sebuah lomba menulis resensi buku yang
berhadiah jalan-jalan secara free ke negara
Singapura selama tiga hari. Beruntung saya mendapatkan juara ketiga.
Kemudian saya juga mengikuti
berbagai pelatihan menulis seperti di Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan ke-23,
Kampus Fiksi angkatan ke-7, juga terpilih menjadi salah satu peserta Akademi
Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2014 selama tiga bulan di Taman
Ismail Marzuki, Jakarta. Saya banyak dibimbing oleh penulis-penulis kenamaan di
Indonesia, seperti; Muhammad
Subhan, Aliya Nurlela, Edi Mulyono, Gol A Gong, Reni Erina, Sulak (A.S Laksana), Yusi Avianto Pareanom, Linda
Christanty, Eka Kurniawan, Hetih Rusli, Muhammad Rois Rinaldi dan banyak lagi lainnya,
yang dilain kesempatan mungkin bisa saya sebutkan secara rinci.
Di pertengahan tahun 2013, buku
tunggal pertama saya terbit. Sebuah kumpulan cerita pendek berjudul, “Air Mata
Sang Garuda (AG Litera, 2013)”. Beberapa karya pun tersiar di banyak media
massa semisal: Utusan Borneo Malaysia, Majalah Femina, Majalah Ummi, Inilah
Koran, Tabloid Ruang Rekonstruksi, Koran Radar Banten, Banten Raya (Jawa Pos
Group) serta di dalam buku antologi bersama yang jumlahnya puluhan.
Empat bulan lalu, tepatnya bulan
Agustus 2015, sebuah novel yang saya cita-citakan akhirnya berhasil terbit di
salah satu penerbit mayor di Indonesia. Berkisah tentang persahabatan dan
percintaan anak remaja berjudul, “Kafe Serabi (de TEENS, lini DIVA Press,
2015). Tentu hal tersebut adalah sebuah pencapaian tertinggi dalam karir
kepenulisan saya. Namun meski begitu, saya tidak boleh terlalu larut dan merasa
puas diri. Sebab, karya-karya saya masih jauh dari kata sempurna. Perlu lebih
banyak karya lagi yang bermutu, yang harus segera saya telurkan.
Semua ini tentu tak lepas dari
bimbingan dan hasil brainstorming
bersama penulis-penulis yang lebih senior dan profesional serta dukungan
orangtua, keluarga juga teman-teman. Beruntung saya mengenal mereka. Tentu saja
salah satu media yang berkontribusi cukup besar adalah Facebook. Dari sana saya
mengenal dan bisa bertegur-sapa sekaligus berbincang dengan penulis-penulis
ternama di Indonesia, bahkan di lintas negara seperti; Malaysia, Thailand,
Singapore, Taiwan, Hongkong dan banyak lagi. Semakin banyak jaringan dan kawan bersilaturahim.
Dengan menulis, saya bisa
menciptakan semesta sendiri. Saya bertanggung jawab pada tokoh-tokoh rekaan
saya. Tentu saja berharap mereka bisa menginspirasi banyak orang. Bermanfaat
bagi para pembacanya. Dengan menulis, saya bisa bersuara. Melepaskan diri dari kungkungan
aturan-aturan yang membelenggu. Inilah di mana dunia bisa saya rengkuh dan buat
sesuka hati. Lahan untuk memerdekakan pikiran, kemudian mengabadikannya di
dalam benak para pembaca.(*)
Cilegon, 27 November 2015
2 komentar
Selamat terjerembap, Ade :D
ReplyDeleteKalo kamu nggak terjerembap di sini, kita nggak ketemu juga kali yak:D
Hihihi.... iya Bunda, mungkin kita tidak saling kenal. Saya merasa tersesat di jalan yang benar hehehe
Delete