Official poster by Miles Films |
Score: 8,7/10
Butuh 23 tahun untuk bisa menyaksikan kisah lanjutan dari film pertama Petualangan Sherina yang tayang pada tahun 2000 lalu. Sepanjang film, buat kamu yang sudah nonton film pertamanya, dijamin bakal senyum-senyum sendiri sekaligus haru melihat Sherina dan Sadam kembali bertemu setelah berpisah sejak SMA.
Dikisahkan Sherina sudah bekerja dan menjadi jurnalis ternama di Nex TV. Sementara Sadam bekerja sebagai program manager di lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait konservasi hutan Kalimantan. Menurut tuturan mereka, setelah 10 tahun keduanya dipertemukan di satu projek yang sama dan di sana terbongkar alasan kenapa mereka berpisah dan tak saling bertukar kabar.
Pengembangan karakter keduanya dari masa SD ke dewasa terasa betul perubahannya namun tidak menghilangkan watak mereka di masa kanak-kanak.
Mulai dari musik, lagu, dan adegannya sama persis dengan film pertama. Saya curiga sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana menggunakan storyboard yang sama—dan boleh dibilang hal itu berhasil sampai ke penonton dan membawa kembali kenangan masa kecilnya ketika pertama kali menonton Petualangan Sherina.
Angkat topi untuk Quinn Salman yang berperan sebagai Sindai, anak lokal Kalimantan yang pertama kali menyelamatkan orang utan bernama Sayu dan Hilda ibunya, untuk mendapatkan perawatan. Quinn bermain begitu mengagumkan dan mengingatkan saya pada Sherina kecil. Tatapannya yang intens dan minim dialog, berhasil meyakinkan penonton dengan karakter yang dimainkannya.
Pasangan Ratih (Isyana Sarasvati) dan Syailendra (Chandra Satria) berhasil memerankan tokoh pasangan konglomerat yang antagonis nan egois tetapi tetap dibawakan secara komikal, dan mengingatkan saya dengan Kertarajasa dan antek-anteknya. Syailendra adalah pemburu hewan liar dan langka, mereka berburu Sayu yang baru dilepasliarkan ke hutan. Di sanalah konflik bermula dan petualangan Sherina dan Sadam dimulai kembali.
Satu hal yang cukup mengganggu menurut saya adalah adegan imajiner antara Sadam dan Sherina yang menari dan bernyanyi di bawah bintang-bintang; selain karena CGI-nya kurang bagus, adegan itu sangat tidak masuk dengan situasinya. Selain itu, mungkin karena film ini bisa ditonton oleh Semua Umur (SU), dua orang dewasa ini sulit menunjukkan kemesraannya di layar sehingga ada kesan serba nanggung dan malu-malu, padahal mereka sama-sama tahu tidak punya pasangan masing-masing.
Walakin, secara keseluruhan cerita benar-benar seru untuk diikuti dan disarankan sebelum kamu menonton film yang kedua ini pastikan kamu sudah khatam yang pertama, karena akan terasa lebih memuaskan!
Cilegon, 29 September 2023