[Ulasan Film] Budi Pekerti: Ketika Moralmu Ada di Ujung Jari

November 02, 2023

Official Poster film Budi Pekerti

Score: 9/10.

Film ini bercerita tentang Bu Prani (Sha Ine Febriyanti), seorang guru BK yang adu mulut dengan pembeli kue putu di pasar dan menjadi viral di media sosial karena dianggap melontarkan kata-kata yang tidak pantas. 

Akibat tindakannya yang dinilai tidak mencerminkan pribadi seorang guru, ia dan keluarganya mengalami perundungan. Kesalahannya dicari-cari hingga terancam kehilangan pekerjaan.

Kedua anaknya, Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda) kena getahnya dan berpengaruh dalam kehidupannya namun sebisa mungkin mereka merahasiakan hal tersebut dari bapaknya, Didit (Dwi Sasono) lantaran ia mengidap bipolar. 

Dalam film keduanya ini, Wregas Bhanuteja masih bersetia dengan latar cerita yang berkelindan di dunia pendidikan. Menariknya, film "Budi Pekerti" ini berlokasi di Yogyakarta, kota pelajar. Semua pemeran utama dan pendukungnya fasih berbahasa Jawa, bahkan Prilly menggunakan bahasa Kromo Inggil sewaktu mengobrol dengan sepuh si penjual kue putu. 

Perasaan saya ketika nonton benar-benar dibikin campur aduk. Ada hal yang terasa "surreal" tapi sebetulnya hal itu terjadi dan ada di sekitar kita. Wregas bikin standar yang cukup tinggi di film panjang keduanya ini. Di beberapa adegan, saya merasakan seperti menonton film "Yuni", dan music scoring-nya mengingatkan saya pada film "Parasite". 

Wregas cukup detail untuk hal-hal yang biasanya dilewatkan sutradara lain atau penonton, semisal pemilihan warna pakaian, benda-benda yang dimunculkan, serta pemilihan dialog yang memiliki simbol dan maksud tertentu. 

Akting Sha Ine mengagumkan sekali memainkan karakter Bu Prani yang penuh tekanan tetapi tetap tegar dan tidak cengeng, mengingatkan saya kepada karakter Nyai Ontosoroh yang dia perankan di film "Bumi Manusia" atau watak ibunya Suryani di film "Penyalin Cahaya".

Salut juga saya untuk Angga yang begitu meyakinkan memerankan influencer jamet dengan logat Jawa yang medok dan tak ada kesan dibuat-buat, serta di sini Prilly jadi "sosok" di luar dirinya. Biasanya, di film-film dia sebelumnya, dia nggak bisa lepas dari ke-Prilly-annya, di sini boleh dikatakan dia cukup berhasil mendalami karakter tokoh musisi dari band indie yang dimaikannya.

Banyak sekali pesan moral yang berusaha disampaikan lewat film berdurasi 1 jam 51 menit ini. Khususnya kepada netizen yang gemar memviralkan sesuatu tanpa mengerti duduk perkara yang sebenarnya, dan tanpa mencari sudut pandang lain terlebih dahulu dari sebuah kasus.

Selain itu opini publik rata-rata yang "menang" adalah mereka yang banyak bicara, persis yang diucapkan Muklas. Film ini menunjukkan betapa mudahnya memengaruhi cara berpikir netizen kita. Seolah moral kita ditentukan dari cara kita mengendalikan jari di media sosial. 

Hal lainnya, mungkin untuk penonton luar negeri, film ini juga mengenalkan makanan tradisional kue putu khas Jawa Tengah. 

Dari segala aspek, film ini sangat mengagumkan baik dari sisi cerita, wardrobe, sinematografi, suara, assemble para cast, dan penyutradaraan semuanya patut diberi tepuk tangan dan wajar belaka saat berhasil meraih 17 nominasi di Festival Film Indonesia tahun ini dan world premiere Official Selection di Toronto International Film Festival 2023.

Kalau ada yang mesti dikritisi, paling saya hanya menyesalkan kenapa akhir cerita semacam itu yang dipilih oleh Wregas selaku sutradara dan penulis ceritanya, meskipun hal tersebut seringkali terjadi di dunia nyata, tetapi saya berharap lebih, ya paling tidak lewat film sekali saja kita dibuat percaya kalau kebenaran bisa menang! 

Cilegon, 02 November 2023


You Might Also Like

0 komentar