[Ulasan Film] JESEDEF: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Yandy Laurens

December 01, 2023

Official Poster by Imajinari Pictures
"Berduka itu bukan seperti apa yang selama ini ditunjukkan di film-film. Hal yang berat dari berduka itu adalah hidup kita harus terus berjalan. Padahal kita lagi enggak mau jalan."

Score: 9/10

Akhir tahun 2023 ini Yandy Laurens kembali dengan karya teranyarnya. Setelah tahun lalu berhasil membuat benchmark tinggi untuk serial Indonesia lewat “Yang Hilang dalam Cinta” (Disney+, 2022), kali ini ia merilis film panjang keduanya berjudul “Jatuh Cinta Seperti di Film-Film (JESEDEF)” sekaligus meyakinkan saya bahwa dia adalah sutradara dan penulis muda yang akan membawa angin segar di film-film Indonesia di masa depan.

Bagaimana tidak, film dengan durasi 1 jam 58 menit ini, 85%-nya didominasi oleh warna hitam putih. Sebuah keputusan yang berani sebagai film komersil. Namun, setelah saya tonton rupanya tidak untuk gaya-gayaan atau ingin beda belaka, ia memiliki tujuan tersendiri yang berkesinambungan dengan alur cerita yang disuguhkan.

Bila kita tengok serial dan film pendek yang digarap sebelumnya, Yandy memang tak pernah lepas “pamer skill filmmaking” dengan memainkan banyak simbol. Nyaris karya yang dibuatnya tak bicara secara gamblang, namun memiliki makna yang bisa ditemukan lewat simbol-simbol yang dimunculkan.

Film ini berkisah tentang Bagus (Ringgo Agus Rahman), seorang penulis skenario film yang bertemu lagi dengan Hana (Nirina Zubir), teman SMA pujaan hatinya yang baru saja menjanda. Tanpa Hana tahu, Bagus menulis semua obrolan pribadi mereka menjadi sebuah film layar lebar. Padahal Hana pada saat itu sedang kehilangan warna hidupnya karena sang suami baru beberapa bulan meninggal dunia.

Premis yang sangat sederhana itu, digarap menjadi skenario yang rumit dan disulap menjadi film yang njelimet (in a good way) oleh Yandy. Penonton akan dibawa masuk ke kehidupan para tokoh, lalu akan percaya dengan segala lika-liku yang disuguhkan, memasuki labirin-labirin di setiap adegan, tetapi di akhir cerita kita akan dibuat tersesat berkali-kali─ketersesatan yang mengundang banyak decak kagum!

Sebetulnya, gaya penceritaan metafiksi (karya yang menceritakan dirinya), dalam hal ini medium film, sudah cukup banyak formula serupa diterapkan di film-film asing─yang terlintas saat menulis ulasan ini film-film besutan David Fincher. Namun barangkali, sejauh sepengetahuan saya, film bertipe ini masih cukup baru ada di sinema Indonesia, dan itu artinya cukup gambling dalam menemukan pasarnya sendiri.

Saran saya, sebelum menonton siapkanlah pena dan buku, karena kita secara tidak langsung akan diajarkan cara menulis skenario dengan formula 8 sequence. Ketika di beberapa bagian kamu tersadar sedang terjebak, saran saya lagi jangan melawan, semakin kamu melawan, kamu akan tersesat semakin jauh, dan semakin ingin membaca skenarionya secara langsung! (ini gue serius di mana gue bisa dapatin skenarionya, mau banget belajar!)

Meski terkesan segmented, karena filmnya bicara dunia film dan teknis sekali, film ini tetap akan bisa dinikmati oleh awam, karena banyak sekali unsur komedi di film drama yang menyesakkan dada ini. Boleh dibilang semua pemain menunjukkan performa terbaiknya, tampak natural seperti tidak sedang akting, namun izinkan saya memberi tepuk tangan sedikit agak lama untuk Sheila Dara, yang berperan sebagai Celine, editor film. Dia di film ini lucu banget, sialan! (Apalagi adegan di motor galon tolonggg ngakak kenceng!) T-T

Lewat filmnya ini Yandy memparodikan industri film dan segala lika-liku hidup para filmmaker, yang semoga bisa ditertawakan bersama dan semestinya tidak memunculkan ketersinggungan, karena sudah sepatutnya para pekerja film mufakat bahwa film ini dengan sadar mengeksplorasi hubungan antara film, realitas hidup, dan keindahan nilai seni itu sendiri dengan sangat brilian! 

Barangkali karena film ini terlalu fokus pada teknik bercerita, perasaan kehilangan yang jadi inti ceritanya terasa kurang tersampaikan dengan baik yang semestinya bisa meninggalkan perasaan hampa seperti yang dialami Hana.

Salut untuk Imajinari Pictures dkk yang mau memproduksi film ini. Ernest Prakasa selaku produser, mengaku sebagai PH baru dan mumpung masih muda, di film keduanya ini masih berani dan rada idealis memilih film. Dan tentu saja film JESEDEF ini pilihan yang tepat dan tidak akan disesalinya!

Cilegon, 01 Desember 2023

You Might Also Like

0 komentar