Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] TENTANG ADE UBAIDIL
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda
    API KECIL ITU BERNAMA BIEM.CO


    image by: biem.co


    Cerita pendek saya berjudul, Congk(l)ak adalah tulisan pertama yang tayang di media online, biem.co. Sekitar pertengahan tahun 2015 lalu. Setelah tulisan tersebut muncullah tulisan-tulisan saya lainnya. Peran biem.co cukup baik dalam menjadi wadah kreativitas para penulis muda khususnya di Provinsi Banten ini. Sebab, kolom sastra dan budaya di media cetak satu per satu berguguran bak daun kering yang tersapu angin dari rantingnya. Sedangkan, kelas-kelas menulis, pelatihan jurnalistik dan sebagainya terus bertumbuhan baik formal maupun informal. Bahkan kini sudah merambah di jam luar sekolah juga pelajaran tambahan di pesantren-pesantren. Tentu saja kita membutuhkan media pendukung, paling tidak untuk menunjukkan eksistensi kita melalui sebuah karya.

    Biem.co adalah satu di antara banyak media online lainnya di Banten. Hanya saja, sebagai orang yang menggeluti dunia tulis-menulis, khususnya fiksi, saya merasa kesulitan untuk memublikasikan apa yang sudah saya tuangkan ke dalam tulisan. Tidak semua media, baik cetak maupun online memberikan ruang sastra dan budaya di dalamnya. Bahkan kolom gagasan ataupun esai nyaris tidak ada. Kalau dibilang mengirim saja ke media luar daerah atau nasional, itu hal lain. Karenanya saya berharap akan kembali bertumbuhan tunas-tunas muda yang, kalau bisa, fokus di satu tema saja, yakni sastra, di tanah jawara ini.

    Ini menjadi persoalan yang pelik. Sebab, salah satu alasan media cetak meniadakan kolom sastra dan budaya tak lain dianggap kurang menarik—dan menjual. Saya menyatakan demikian lantaran tahu, pengganti kolom sastra dan budaya tadi adalah iklan. Apa tidak ada sedikit ruang untuk pembaca agar lepas dari kepenatan tema seperti sosial, politik, gosip, agama dan semacamnya? Atau paling tidak berikan kami, para warga untuk memberikan suara melalui gagasan-gagasan sekaligus urun pendapat atas berita atau kejadian serta peristiwa yang akan, sedang dan telah terjadi?

    Saya pikir, kolom sastra-budaya ada tergantung bagaimana ideologi awal terbentuknya media tersebut; apa yang melatarbelakanginya, alasan membuat media itu, tujuan-tujuannya dan apa yang hendak dicapai setelah media tersebut dibangun.

    Kalau ditinjau beberapa tahun ke belakang, biem.co memang sudah fokus ke arah sana, bahkan lebih dulu “bertarung” sebagai tabloid alias media massa cetak dengan nama awal, “Banten Muda”. Alasannya pun jelas, “mewadahi kreativitas tanpa batas dari semangat para remaja dalam berkarya di bidang apa pun (biem.co/red)”.

    Ibaratnya, biem.co ini hanya sebuah api kecil. Ia memantik api-api kecil lainnya untuk membuat sebuah api besar. Api, dalam representasi hal positif, tentu saja perlu didukung. Ketimbang menyirami bensin pada “api” yang menyulut pertengkaran dan permusuhan, lebih baik berada di lingkaran api semangat ini.

    Meski tak begitu banyak tulisan yang pernah tayang di biem.co, saya cukup senang dan bergembira lantaran turut andil menjadi api kecil itu—tepat di paragraf ini, saya malah baru tersadar ternyata logo biem.co memang berupa api membara (koreksi saya bila keliru). Kalau begitu, sudah seharusnya kita membakar habis segala bentuk putus asa, hilang semangat, depresi dan segala macam yang sering kali dialami para kaum muda. Kemudian tugas berikutnya adalah menyalakan lilin hati atau menerangi jiwa-jiwa hampa itu dengan merangkulnya, memberinya dukungan serta motivasi untuk berani berkarya.

    Ya, berani. Karena kembali lagi, ketika wadah itu sudah ada, kadang persoalan berikutnya timbul atas dasar ketiadaannya memiliki keberanian untuk memulai. Baik soal memulai menulis sebuah gagasan, atau bisa juga ragu ketika hendak memulai untuk mengejawantahkan gagasan yang lama mendekam di pikiran kita. Kalau sudah demikian, satu-satunya yang bisa mendorongnya tentu diri kita sendiri. Harap garisbawahi kata, “resiko” itu dan perhitungkan dengan matang. Setiap dari kita pasti memiliki bisikan hati nurani. Apa yang pantas dan tidak, yang bisa dan tidak, yang bakal gagal dan tidak, nurani kita yang bisa menilainya. Yang tahu akan kemampuan dan bakat terdalam dari diri kita, ya, diri kita sendiri.

    Sama halnya seperti yang sudah dilakukan oleh Kang Irvan Hq dan kawan-kawan. Resiko itu sudah pasti ada, bentuknya pun beragam; bisa cibiran, ucapan yang melemahkan, benturan, kerugian (kalau bicara soal ekonomi manusia), dan banyak hal lainnya yang membuat kita ragu untuk memulai. Namun begitu, nyatanya, 2 tahun sudah Tabloid Banten Muda bertransformasi ke media online biem.co dan tetap eksis hingga hari ini.

    Tidak ada yang salah dengan perubahan ini (from luring to daring), sebab sejatinya kehidupan akan terus bergerak secara dinamis. Perkembangan teknologi digital tidak bisa lagi dielakkan. Tinggal bagaimana ia mempertahankan ideologi dan segala pernak-pernik visi-misinya ke depan; apakah akan redup atau semakin menyala. Lagi-lagi, kalau alasannya meraup keuntungan dan menjadikan lahan basah atas segala kreativitas pemuda Banten, saya rasa Anda salah mengira, lantaran biem.co bukan terbuat dari itu.

    Dirgahayu, wahai api kecil....


    Cilegon, 20 April 2017


    ----------------------------------------------------

    logo baru biem.co




    Continue Reading
    GERAKAN MOTOR LITERASI, GERAKAN HATI 

    Bersama Relawan Moli di Alun-Alun Pandeglang, (9/4/17).


    Toko buku fisik belakangan ini semakin sulit ditemui. Beberapa waktu lalu, di daerah Cilegon, sebuah toko buku yang lumayan besar gulung tikar. Entah karena sepi pengunjung sehingga omset tak lekas menanjak, atau barangkali kontraknya sudah habis dan tidak lagi diperpanjang. Namun bila dicermati, rupanya di daerah lain pun banyak toko-toko buku yang juga tutup. Sebut saja seperti di Serang. Barangkali memang masih ada beberapa toko buku yang bertahan, tetapi lagi-lagi tak sebesar seperti yang ada di kota-kota lainnya di luar provinsi Banten. Koleksi bukunya pun tak begitu banyak, bahkan nyaris tidak update. Lantas, bagaimana nasibnya para pembaca yang haus akan buku-buku?

    Untuk mengurai pertanyaan tersebut, bisa jadi cukup dengan menjawab, “beli saja via online, jangan repot”. Ya, saya sepakat. Hanya saja, ada nilai lebih yang tidak dimiliki toko online. Ada kepuasan tersendiri ketika bisa mengelilingi rak-rak buku di toko luring (luar jaringan) secara langsung; kebebasan memilih dan memilah buku pun tak melulu bisa dirasakan melalui pemesanan via daring (dalam jaringan), sebab kita hanya melihatnya melalui foto, kalau sepakat barulah buku dikirim. Belum lagi ada ongkos kirim yang mesti ditanggung pembeli, yang kadang biayanya nyaris sama dengan harga buku yang dipesan.

    Kami, para pembaca buku sebenarnya tetap memperhitungkan soal banderol buku yang mahal itu. Lebih-lebih kantong mahasiswa yang masih kembang-kempis—dan nyaris lebih sering kempisnya ketimbang kembangnya. Akan tetapi, kami butuh bahan bacaan yang banyak, yang bermutu dan bukan hanya yang itu-itu melulu. Jangan sekali-kali bicara soal perpustakaan daerah di depan muka saya. Saya sungguh muak dengan isi perpustakaan di Banten. Baca baik-baik, kalau bisa dengan mengeluarkan suara lantang saat membacanya: “Perpustakaan daerah di seluruh kota di provinsi Banten sangat tidak layak disebut perpustakaan!”

    Buku-buku yang lapuk, ngejengking, terjungkal, terbalik, yang sobek, belum lagi buku-buku keluaran terbaru tidak ada (bahkan saya cek sampai berulang-ulang tiap bulan); buku seks ada di rak buku anak, buku filsafat ada di rak ekonomi, buku komputer ada di rak sastra, buku sastra ada di keranjang sampah!

    Beruntungnya, zaman telah berubah. Perpustakaan kemudian bertransformasi, meski lagi-lagi idenya bukan datang dari pihak pemerintahan. Seperti yang terjadi pada Minggu, 26 Maret 2017 kemarin, hadirlah Motor Literasi, yang ingin dikenal dengan sebutan, “Moli”. Digagas oleh Dr. Firman Hadiansyah, M.Hum., Ketua Umum PP Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) se-Indonesia, Moli untuk pertama kalinya beroperasi dengan melakukan gelaran buku di Alun-Alun Kota Serang.
    para pengunjung baca buku gratis yang digelar Moli di Alun-Alun Serang, (26/03/17).


    Masyarakat tak perlulah lagi bersusah-payah mengunjungi perpustakaan daerah atau mencari-cari toko buku yang keduanya sama-sama punya masalah yang kompleks itu. Melalui Moli kita bisa meminjam buku dan ikut nimbrung membaca tanpa perlu dibebani dengan biaya dan repotnya administrasi. Dan lagi, gerakan Moli ini tak lebih sebagai mediator untuk mendekatkan buku kepada masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses buku yang layak, juga agar virus membaca terus-menerus menyebar ke seluruh warga Indonesia.

    Rencananya, minggu depan, (02/04) Moli akan membuka lapak di Alun-Alun Rangkasbitung. Lalu di Alun-Alun Pandeglang dan Kota Cilegon. Gelaran buku Moli ini akan diadakan setiap hari Minggu di tempat yang berbeda-beda. Minggu-minggu berikutnya di kabupaten/kota lainnya di Banten. Selain gelaran buku, Moli juga menerima sumbangan buku dari masyarakat umum atau siapa pun yang nantinya bakal diserahkan kepada TBM-TBM atau perpustakaan-perpustakaan di pelosok desa di sekitar Banten.
    Alun-Alun Serang.

    Seperti yang disampaikan oleh Firman, Gelaran buku Moli ini juga menjadi sebuah ajang silaturahmi para pegiat literasi di Banten, “kami diskusi tentang gerakan literasi di komunitas atau daerah masing-masing. Juga membicarakan program-program literasi yang bisa dilakukan bersama,” tambahnya.
    Setelah mendapati hal demikian, barangkali boleh dibilang perlahan-lahan, kesadaran betapa pentingnya membaca dan menulis di provinsi Banten mulai tampak cerah. Tinggal bagaimana cara masyarakat merespons gerakan positif ini. Juga tentu saja pemerintah yang lambat dalam menangani setiap problema di masyarakat agar turut andil pula memberikan dukungannya secara penuh dan menyeluruh. Kecintaan kami pada ilmu pengetahuan menjadikan kami kritis. Bukan karena benci, melainkan karena betapa cinta dan pedulinya kami terhadap tanah sendiri. Ini adalah upaya kami untuk sama-sama menggerakkan hati. Kalau bukan kita yang bergerak, lalu kita menunggu siapa lagi? Tentu saja Moli, juga perpustakaan bergerak lainnya seperti perahu pustaka, kuda pustaka, sepeda pustaka, angkot pustaka dan segala macam jenisnya mesti selalu didukung. Ya, paling tidak selalu berikan ruang untuk mereka agar terus semangat menyebarkan hal-hal positif bagi masyarakat di lingkungan sekitarnya.
    bersama Relawan Rumah Dunia, Abdul Salam HS.

    Di Banten, pegiat seni satu dan lainnya masih sering berbenturan. Baik secara ideologi maupun secara pelaksanaannya. Adanya Dewan Kesenian Banten seolah bukan menyatukan, akan tetapi menambah jarak antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Tentu saja saya berharap hal ini adalah salah. Karena mau bagaimanapun, sudah seharusnya kita bersinergi, bukan saling berkompetisi dalam artian yang berlawanan. Misal, ketika satu orang mendirikan taman baca, bukan berarti kita membangun taman baca lainnya tetapi ketika ada mediator yang berusaha menyatukan malah disalahartikan. Lebih mudahnya begini, Moli baru saja lahir di Banten, lantas bukan berarti pihak lain melahirkan Moli-Moli lainnya dalam wujud yang berbeda tetapi ketika ada upaya menyatukan justru malah menjauhi diri dan tidak ingin membaur. Padahal, jauh daripada itu, ada hal besar yang belum sepenuhnya kita taklukkan di luar Banten.

    Cilegon, 27 Maret 2017

    *) esai ini pernah tayang di Biem.co.
    Continue Reading
    Menyikapi Rutinitas Hidup yang Monoton




    Judul Buku      : Negeri Kabut
    Jenis Buku       : Kumpulan Cerpen
    Penulis             : Seno Gumira Ajidarma
    Penerbit           : Grasindo
    ISBN               : 978-602-3757-29-9
    Tahun Terbit    : Oktober, 2016
    Tebal               : vi + 160 halaman
    Harga              : Rp59.000,-


    Ada banyak tipe orang dalam menjalani kehidupan yang penuh kerupekan dan kegaduhan ini. Sebagian orang memilih diam dan melakukan rutinitas yang monoton dalam mengisi harinya, sedangkan sebagian lainnya memilih mengembara, melawan dan melakukan banyak perjalanan dari waktu ke waktu—dan seolah dalam hidupnya ia hanya ditakdirkan untuk berjalan, berjalan dan berjalan. Tidak kenal kata pulang. Barangkali begitulah yang ingin Seno Gumira Ajidarma sampaikan pada cerpen pembukanya berjudul, Negeri Kabut yang juga dijadikan judul utama buku kumpulan cerpennya ini.

    Pertama kali buku ini terbit pada tahun 1996 dan meraih penghargaan sebagai Pemenang Hadiah Sastra 1997 untuk kategori kumpulan cerita pendek. Cerpen, Negeri Kabut sendiri diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul, The Land of Mists dan dimuat dalam katalog Indonesia Writers: Awardee of The S.E.A Write Award (Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997). (Hal. 158).

    Mengambil latar belakang di negara Thailand, cerita bergerak oleh narasi dari sang tokoh yang melakukan pengembaraan. Ia singgah di sebuah bukit perbatasan antara Negeri Thai dan Negeri Kabut—negeri yang tidak terdapat dalam peta. (Hal. 02).

    Sebelum sampai ke sana, ia sempat menumpang bermalam di sebuah kuil. Ketika ia terbangun, ada seorang Biksu yang meminjamkan sebuah tas punggung tenunan rami padanya. Ia berbicara soal Negeri Kabut. Namun ia melanjutkan, “kelak aku akan memintanya kembali.” (Hal. 03). Tentu saja terkesan janggal, sebab si tokoh sendiri ragu kalau ia akan melintasi lagi kuil tersebut. Hal-hal yang menjadi teka-teki akan terjawab setelah ia sampai ke daerah dan bertemu penduduk Negeri Kabut.

    Pada cerpen kedua, Seno kembali menampakkan keliaran imajinasinya. Ia berpijak pada fakta-fakta soal kehidupan sosial negaranya pada tahun tersebut. Di cerpen, Seorang Wanita dengan Rajah Kupu-Kupu di Dadanya ia sempat menyentil soal konflik sosial antara penguasa dan masyarakat. Semisal Gali, para preman bertato yang ditembak mati dan hilang misterius, juga perkara pelacur dan prostitusi yang menjamur.

    Berbeda di cerpen sebelumnya, pada cerpen, Ada Kupu-Kupu, Ada Tamu Seno bermain-main dengan firasat dan kepercayaan orang-orang akan mitos yang berkembang di lingkungan masyarakatnya tinggal. Namun tentu tidak begitu saja ceritanya terjawab seperti tertulis di judulnya. Tamu yang dimaksud adalah Malaikat Maut. Ia bermain-main dengan simbol kematian. Kupu-kupu semakin tidak terbendung dan datang bergerombol memasuki ruang tamunya, “Berjuta-juta kupu-kupu memenuhi pandanganku. Kurasakan pegangan istriku terlepas. Aku mencoba berteriak memanggilnya, tapi tak kudengar lagi suaraku sendiri.” (Hal. 43).

    Bukan Seno si Pangeran Senja namanya kalau ia tak menuliskan tema perkara kesenduan. Pada cerpen, “Rembulan Terapung di Kolam Renang” akan Anda dapati narasi yang ringan tetapi berhasil membuat hati galau. Paragraf pembukanya saja sudah sangat mengena dan nanjep ke ulu hati, “Kesedihan seperti rembulan yang terapung di kolam renang. Rembulan itu mengambang di kolam renang di halaman belakang rumahku—kesepian, kecewa dan merana.” (Hal. 44). Seno selalu bermain-main dan menghadirkan metafora yang terasa baru dan segar.

    Buku ini pun tak lepas dari tema silat yang biasa Seno angkat di buku-buku terdahulunya, sebut saja seperti, Panji Tengkorak Menyeret Peti. Dilengkapi dengan ilustrasi adegan silat dan pertarungan dari buku pertamanya.

    Negeri Kabut menunjukkan pola-tingkah serta pengelanaan para tokoh dari suatu tempat ke tempat lain, dari satu persinggahan ke persinggahan lain, juga dari satu perasaan ke perasaan lain. Setiap karakter membawa misi sekaligus tidak membawa misi tertentu. Ia mengalir layaknya kehidupan nyata yang kita alami. Ia tidak menunjukkan cara penyelesaian suatu masalah. Cerpen-cerpen ini lebih memperlihatkan betapa pilihan selalu datang, tinggal bagaimana cara kita menyikapinya. Barangkali, pengembaraan bisa dijadikan alternatif ketika rutinitas hidup sudah terasa monoton dan menjemukan. Namun pada akhirnya, segala keputusan tetap ada di tangan masing-masing—tentu dengan segala resiko yang menyertainya.[]

    Cilegon, 30 November 2016



    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar

    (AG Publishing | 204 halaman | Rp75.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Pengunjung

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ►  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ▼  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ▼  April (3)
        • [RESENSI] NEGERI KABUT KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA ...
        • [ESAI] GERAKAN MOTOR LITERASI, GERAKAN HATI (Biem,...
        • [ESAI] API KECIL ITU BERNAMA BIEM.CO (Biem.co, 25 ...
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (38)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (9)
      • ►  November (15)
      • ►  December (4)
    • ►  2024 (3)
      • ►  January (1)
      • ►  March (2)
    • ►  2025 (1)
      • ►  January (1)

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top