Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] Tentang Ade Ubaidil
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda
    Official Poster by Netflix

    Score: 8,8/10

    Saya baru saja selesai menonton 8 episode live action One Piece ini, dengan durasi rata-rata sekitar 1 jam. Sejak pertama kali diumumkan, serial live action versi LA ini diragukan oleh sebagian besar fans garis kerasnya. Banyak yang khawatir apakah nanti akan bersetia pada alurnya, grafis dan sinematografinya sebagus apa, dan yang terpenting apakah karakternya akan sesuai dengan buatan Oda-sensei, baik secara bentuk fisik maupun wataknya? 

    Pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya terjawab juga sejak tanggal 31 Agustus 2023 kemarin saat serentak tayang di Netflix seluruh dunia. Menurut saya, manga (comic book) dan film adalah dua medium yang berbeda. Walaupun Eiichiro Oda selaku mangaka One Piece turun langsung sebagai produser di versi live actionnya ini. 

    Saya kehilangan momen magis dan adegan emosional ketika dialihwahanakan, termasuk porsi komedi yang begitu tipis-tipis rispek. Beberapa adegan dihilangkan dan disesuaikan saya masih bisa memaklumi, bahkan building character-nya pun bisa saya terima, selama paling tidak karakter idola saya, Roronoa Zoro, begitu mirip dan keren—terima kasih Mackenyu membawakan sosok Zoro sebagus itu. 

    Sayangnya, alur ceritanya terasa dipadatkan dan ringkas, sehingga hubungan emosional antar tokoh kurang terbangun dengan baik. Bahkan sejak Luffy berangkat sampai menuju Grand Line hanya terasa perjalanan beberapa hari saja. Pertemuan musuh satu dengan yang lainnya terlalu cepat. Dan sosok karismatik nan misterius Akagami no Shanks di live action ini tak ubahnya karakter bajak laut biasa, padahal dia tokoh penting yang membuat Luffy mau berlayar. 

    Momen yang paling saya tunggu ketika Sanji berpamitan ke Jeff dan momen Nami minta tolong ke Luffy, itu dua adegan yang saya tonton berulang-ulang versi animenya selalu berhasil bikin saya nangis kejer. Lho, yang versi live action ini bikin geter aja nggak. Saya tak menyalahkan aktor-aktornya, menurut saya mereka sudah sangat maksimal memerankan para kru topi jerami. Hanya saja, penyesuaian dan pemadatan alur yang membuatnya sedikit "hambar". Saat kita belum benar-benar memberikan empati kepada karakternya, adegan sudah berganti. Tidak ada momen dan ruang sebagai penonton untuk turut merasakan kepedihan yang dialami karakternya. 

    Secara keseluruhan, saya cukup puas dengan grafis dan gambar yang disuguhkan, visualnya membawa saya seperti masuk ke dunia One Piece dalam manganya. Soal dubbing dan subtitle, kita akan dimanjakan dengan dubbing bahasa Jepang, Inggris, dan Indonesia, tinggal pilih sesuka hati. Saya awalnya coba pakai dubbing Jepang, tapi karena tidak sesuai dengan gerak bibirnya, saya lebih nyaman pakai suara aslinya, yakni bahasa Inggris. 

    Total 8 episode dengan durasi 1 jam adalah permulaan. Masih sangat jauh perjalanan dan petualangan yang mesti Luffy lewati. Di sini Luffy baru sampai mengalahkan Arlong dan mendapatkan Bounty pertamanya sebesar 30 juta berry. Berharap saja episode atau season berikutnya tayang dalam waktu dekat. 

    Cilegon, 01 September 2023

    Continue Reading

    Judul : Keajaiban Toko Kelontong Namiya

    Penulis : Keigo Higashino

    Alih Bahasa: Faira Ammadea

    Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

    Cetakan : Pertama, 2020

    Tebal : 400 halaman

    ISBN : 9786020648293

    Score : 9/10


    Saya tak menyangka bahwa hype-nya buku ini di Indonesia (dan buku-buku karya Keigo Higashino lainnya) tak hanya FOMO-FOMO belaka—walaupun baru ini bukunya yang saya baca—tetapi cerita di dalamnya memang sebagus itu. Terbit pertama kali dalam bahasa aslinya pada tahun 2012, dan baru diterjemahkan dalam bahasa Indonesia 8 tahun kemudian. 

    Telat memang, tetapi buku lawas adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya—saya lupa ini kutipan milik siapa. 

    Berkisah tentang tiga pencuri yang habis kehilangan pekerjaan, lalu bersembunyi di sebuah toko lapuk yang ternyata memiliki aliran waktu berbeda antara di luar dan dalam toko. Dari sanalah kisahnya bermula. 

    Kakek Namiya-san ternyata di masa lalu membuka jasa konsultasi di toko kelontong tersebut, dan Shota, Atsuya, serta Kohei yang terjebak di dalam toko itu terpaksa bertualang "melintasi waktu" menggantikan sosok sang kakek yang telah meninggal 33 tahun lalu untuk memberikan saran terhadap orang-orang yang mengirimkan surat dari masa lalu itu. 

    Cerita di mulai dari sini, satu per satu kita disuguhkan kisah orang-orang Jepang dengan segala problematika hidupnya. Dan secara ajaib semua cerita selalu bersinggungan dengan Toko Kelontong Namiya dan Taman Marumitsu. 

    Novel ini menunjukkan pada kita bahwa setiap keputusan yang kita ambil dalam hidup selalu berpengaruh pada banyak hal. Kita semacam diingatkan untuk selalu berhati-hati dalam bertindak dan berucap kepada siapa pun, karena bisa jadi apa yang kita anggap remeh, ternyata bisa begitu berarti untuk orang lain dan berpengaruh besar dalam mengubah jalan hidupnya. 

    Mau baik atau jahat jalan yang kamu pilih, selalu ada risiko dan konsekuensinya yang harus kita tanggung di kemudian hari. 

    Omong-omong, novel ini rupanya sudah ada beberapa versi filmnya. 

    Cilegon, 27 Agustus 2023

    Continue Reading

    Score: 8,5/10.

    Film karya sutradara dan penulis Majid Majidi ini sempat ramai dan kontroversial di tahun 2015. Konon, mendapat sokongan dan dukungan dana dari pemerintah Iran, film ini menghabiskan biaya mencapai 300 miliar rupiah, dan masih menjadi film dengan biaya termahal di negara tersebut. 

    Sepanjang film saya merasa benar-benar diajak ke tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setting lokasi, rumah-rumah, Ka'bah dan Mekkah di masa itu tergambar begitu nyata di layar sinema. Permainan tata cahaya dan warna pun mendukung kekhidmatan saya dalam menyaksikan lahirnya Rasulullah. 

    Didampingi oleh para ahli sejarah, kisah Nabi Muhammad SAW ini ditulis dengan sangat rapi dan terasa begitu hati-hati—walaupun tetap saja menimbulkan kontroversi di sebagian kalangan organisasi muslim. 

    Sosok Baginda Nabi tak sekalipun ditunjukkan wajahnya, hanya kilasan cahaya, sebuah keputusan yang tepat dan bijaksana. Melihat penggambaran punggung beliau saja di beberapa scene membuat saya terharu dan merinding, bagaimana bila kami lahir di masa hidupmu ya Nabiyullah... 😭

    Menonton film ini betul-betul menumbuhkan rasa rindu akan kehadiran beliau. Semoga kecintaan kami kepada Rasulullah kian hari kian besar dan kami diakui sebagai bagian dari umatnya. 

    Konon, film ini adalah bagian pertama dari trilogi yang sedang disiapkan, karena memang fokus di kelahiran Nabi dan masa remajanya saja. Namun, film kedua dan ketiganya saya belum tahu apakah sudah ada atau belum. Semoga secepatnya ada kabar. 

    اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„ٰÙ‰ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ ÙˆَعَÙ„ٰÙ‰ اٰÙ„ِ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ

    Cilegon, 11 Agustus 2023

    Continue Reading

    Official Poster by Sinemaku Pictures
    Score: 7/10.

    Dita (Prilly Latuconsina) seorang desainer grafis bertemu tak sengaja dengan Ed (Bryan Domani) seorang arsitek di sebuah toko servis elektronik. Pertemuan itu menjadi awal dari cerita ini dimulai berikut hubungan percintaan antara Dita dan Ed yang bertahan selama 4 tahun kemudian. 

    Romantisme yang dihadirkan Ed diawal perkenalan, bagi Dita telah jarang ia dapatkan dan ia merasa hubungannya jalan di tempat. Ed berubah, sering sulit dihubungi, sampai puncaknya mereka bertengkar hebat. Belum masalah itu selesai, Ed mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. 

    Kehilangan yang mendadak itu membuat Dita merasa bersalah sekaligus tak bisa merelakan kepergian kekasihnya. Singkat cerita, dua tahun kemudian dia berusaha melupakan segalanya tentang Ed, dan menjalin asmara dengan sahabat masa kecilnya, Ifan (Refal Hady). 

    Sialnya, ia malah dipertemukan lagi dengan pemilik toko Zulfikar yang diperankan oleh Satrya Ghozali. Ia memberikan kado yang pernah dititipkan Ed untuk Dita, sebuah kacamata ‘LOOK’ dengan tekhnologi Augmented Reality (AR) yang bisa menghadirkan sosok Ed, persis sama seperti nyata. Pertahanan Dita hancur seketika, ia kembali teringat pada sosok Ed. 

    Secara garis besar, sulit rasanya melepaskan kemiripan film ini dari film Her (2013). Kita akan diperlihatkan teknologi AI dan bagaimana manusia mengendalikannya. Dita termasuk orang yang dikendalikan oleh pikiran dan program dari kacamata itu. Dia terjebak dan menganggap Ed hidup kembali. 



    Pemilihan aktor dirasa cukup sesuai dengan karakternya. Passing cerita diawal pun tidak dragging, Umay Shahab selaku sutradara berhasil merangkum perjalanan hubungan antara Dita dan Ed hanya dalam beberapa scene ulang tahun Oma Ed saja dan kita paham seberapa lama hubungan mereka. 

    Sayangnya, di sanalah titik kelemahannya. Sebagai penonton, saya jadi sulit menaruh simpati pada hubungan tokoh utama. Sehingga, ketika Dita kehilangan sosok Ed, saya tak benar-benar merasakan penderitaannya, karena secara emosional tak benar-benar sampai ke hati. 

    Secara cerita, film ini sangat potensial mengeksplorasi tentang kehilangan yang lebih dalam. Ada beberapa scene yang terasa berlebihan saat dibawakan oleh Prilly. Namun terlepas dari itu, saya salut pada Refal Hady yang terlihat effortless membawakan karakternya tetapi justru di sanalah letak keberhasilannya memainkan perannya. Selain itu, kemunculan Lutesha dan Sal Priadi terkesan kurang banget porsinya, padahal mereka bisa lebih jauh memainkan karakter Untari dan Awan. 

    Satu hal yang mengejutkan saya, di tengah film kita akan dipertemukan dengan cameo yang dar-der-dor dari aktor-aktor Indonesia yang bertebaran. Sisanya, silakan tonton sendiri tanggal 27 Juli 2023 besok!

    Continue Reading

    Ofiicial poster by Visinema Pictures
    Score: 7,5/10

    Demi (Lutesha) adalah perempuan yang tiba-tiba datang dalam kehidupan Bara (Daffa Wardhana). Akan ada 3 bagian dan epilog yang dituturkan Bara selaku narator dalam film ini. Dalam durasi 1 jam 8 menit, penonton akan dipaksa masuk bukan ke cerita keduanya, tetapi ke pengalaman pahit masing-masing.

    Film ini menjadi jembatan, atau lebih tepatnya, memperbaiki lagi jembatan yang sudah lama sengaja saya putus. Cerita yang personal ini, malah tak lagi memberi jarak bagi saya untuk menziarahi kenangan usang yang berhasil menunjukkan betapa bodohnya saya, pernah terjebak di posisi Bara. 

    Alih-alih disebut film, Panduan Mempersiapkan Perpisahan yang diangkat dari novel Eminus Dolere karya Arman Dhani ini malah seperti catatan perjalanan atau dokumenter dua anak manusia yang terbawa arus bernama “cinta”.

    Permainan tata cahaya dari scene ke scene menambah kengiluan di dada. Film yang setelah menontonnya akan meninggalkan nyeri dan membangkitkan rasa penasaran lagi tentang "apa kabar Demi-ku di dunia yang sekarang?"

    Secara keseluruhan, film ini sudah cukup baik secara teknis dan cerita. Saya hanya menyayangkan peran Bara yang dibawakan oleh Daffa di beberapa bagian emosinya kurang tebal. Kematangan Lutesha sebagai Demi kurang bisa diimbangi oleh Daffa.

    Selain itu keterangan waktu dari permainan alurnya pun terlalu samar dan minim petunjuk, sehingga kita jadi menebak-nebak ini tahun berapa, kenapa tidak ada perubahan secara fisik atau interior dan eksterior lokasinya semisal penggunaan radio, mesin ketik, handphone, kendaraan dan lain-lain. Perintilan semacam itu perlu pula diperhatikan lebih baik lagi.

    Cilegon, 24 Februari 2023

     

    Continue Reading
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Apa yang Kita Bicarakan di Usia 26?

    (Epigraf | 164 halaman | Rp. 50.000)

    [PESAN]

    Pengunjung

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    bedah buku #sbtml

    bedah buku #sbtml
    Bedah Buku di SMK Wikrama, Bogor pada: 23 April 2018

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ►  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ▼  2023 (9)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ▼  September (1)
        • [Ulasan Film] One Piece Live Action: Alur yang Dip...

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top