Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] TENTANG ADE UBAIDIL
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda
    Cerpen, "Lelaki yang (Merasa) Dibercandai Tuhan" dimuat Koran Banten News, (03/12/16)

    Suatu pagi aku sedang mengerang kesakitan. Kau tahu, sebabnya tak lain adalah sapu lidi yang menampar-nampari tubuhku. Tentu bukan secara ajaib. Ada si pelaku di sana. Bapakku. Kurasa pagi itu dia sedang kerasukan—walau konon seorang Kiai tak mungkin kerasukan karena setan pun segan. Seperti pagi-pagi kemarin, aku selalu sulit untuk bangun subuh. Atau setidaknya sekadar untuk melaksanakan salat subuh. Tentu Bapak pun tak luput dari murkanya. Jadi dipukuli bagiku sudah menjadi sarapanku setiap pagi. Tetapi, ada sesuatu yang terasa beda. Bapak menyabetkan ujung-ujung sapu lidinya itu—yang terasa pedas dikulitku—lebih lama. Aku memang tak segera beranjak. Masih mencoba menghindarinya dan menutupi tubuhku dengan kain sarung. Meski akhirnya aku yang mengalah dan segera ngacir menuju kamar mandi.
    “Kamu coba ubah, toh, kebiasaanmu meninggalkan salat subuh itu, Nak,” pinta Ibuku di depan pintu kamar mandi. Aku ngeloyor saja tanpa sedikit pun antusias mendengarkan celotehannya. Ya, karena ucapan seperti itu pun sudah terlalu kenyang untuk kulahap.
    Bapak adalah orang yang cukup disegani di desa ini. Banyak para tamu serta ulama dari luar untuk datang berkunjung ke rumah kami. Ada yang sekadar meminta saran untuk keluarga mereka—kebanyakan mereka yang baru menikah—ada pula yang meminta didoakan untuk kesembuhan sanak keluarganya yang sedang sakit. Kalau sudah begitu Bapak biasanya mengambil segelas air mineral atau tamu itu membawa sendiri dalam botol kemasan kemudian Bapak seperti membacakan jampi-jampi, mulutnya komat-kamit entah apa yang diucapkannya. Terakhir ada pula yang meminta ‘membunuh seseorang’. Bagian terakhir ini yang cukup membuatku penasaran. Membunuh seseorang yang kumaksud tentu hanyalah sebuah kiasan. Tetapi memang bisa dibilang begitu. Bagaimana tidak, sejak aku kecil, kalau ada tamu yang meminta seperti itu, aku biasanya merengek untuk ikut pergi dengan Bapak mengunjungi orang yang sedang sekarat tersebut. Bapak kemudian membaca doa seperti biasa pada segelas air, memasukkan jemarinya dalam air tersebut, lalu seperti sedang memijat tangan serta meraih beberapa tubuh si sekarat—sebutanku untuk orang yang tengah diobati. Sebuah batu berkilauan berbentuk kecil secara tiba-tiba keluar dari tubuh orang itu. ada yang dari kepala, tangan, kaki, payudara, betis, paha, perut hingga bagian wajahnya. ajaib! Itu kata yang tepat menurutku.
    Usai itu Bapak biasanya memberikan air yang sudah dibacakan doa tadi kepada keluarga yang bersangkutan. Katanya oleskan, raupkan dan minumkan kepada si sekarat. Setelah itu seperti biasa, keluarga yang bersangkutan menyalami Bapak dengan menyisipkan sebuah amplop di tangan Bapak sambil mengucapkan terima kasih. Aku sigap meraihnya dari tangan Bapak setibanya di rumah.
    Tidak beberapa lama, paling cepat malam harinya atau keesokan harinya, Bapak mendapatkan kabar kalau si sekarat yang dikunjunginya telah meninggal. Anehnya keluarga si sekarat malah terlihat tampak senang dan mengucap syukur, bukannya terlihat berduka atau menyesal telah meminta bantuan kepada Bapak yang telah membuat si sekarat wafat. Sejak saat itu setiap kali ada yang datang ke rumah meminta hal semacam itu aku menyebutnya membunuh seseorang.
    Kedekatanku di waktu kecil memang sangat erat sekali. Sampai kedua kakakku sering cemburu. Karena kalau pergi ke mana-mana aku yang biasa diajak. Amplop pemberian tamu-tamu Bapak pun selalu diserahkan padaku. Lebih sering, sih, tanpa ketahuan oleh kedua pencemburu di rumahku; Rafli dan Rafla kedua kakak kembarku. Namun lambat laun usiaku bertambah. Kesibukan Bapak dan aku pun semakin padat. Lagi pula, meski diajak pergi-pergi lagi di usiaku saat ini, tentu aku tidak akan mau. Aku malah merasa malu. Tentu sudah pasti teman-teman kampusku akan mengejekku habis-habisan. Sejak saat aku masuk kuliahlah aku mulai menjauh dari Bapak.
    “Untuk apa pulang lagi?”
    Amuk Bapak tepat di depan wajahku. “Bukan sekolah yang benar, malah keluyuran pulang larut malam.”
    Aku gerah!
    Tak kupedulikan ocehan apalagi yang keluar dari mulutnya sebab aku memilih pergi. Segera menyalakan motor dan aku tarik pedal gasnya cukup keras, sengaja menggerung-gerungkan bunyi knalpot. Agar Bapak tahu, aku sudah besar dan sudah sepantasnya mengambil sikap dan keputusan sendiri untuk hal-hal yang aku lakukan.
    ***
    Sudah hampir tiga jam aku berdiam sendiri di waduk terdekat. Penampungan air yang besarnya dua kali lapangan sepak bola ini yang menyalurkan air ke rumah-rumah warga. Aku perhatikan lagi jam dipergelangan tanganku dan jarum pendeknya sudah menginjak angka empat subuh. Terkadang orang-orang macam diriku butuh mengenal apa itu sepi. Berkawan dengan kesiut angin yang sesekali berbisik bahwa kehidupan terlalu berisik. Sialnya, detik berikutnya mataku mendapati ratusan, bahkan ribuan orang-orang yang berjalan mendekat. Seraya mengucapkan kalimat tahlil. Sesubuh ini orang-orang berpakaian putih datang berkumpul di waduk? Ada apa? Apakah mereka geng motor yang kehilangan motornya? Sebab sepanjang yang aku pandang hanya ada orang-orang yang terus berjalan kaki? dan semuanya lelaki.
    Aku berusaha tak peduli, meski sebenarnya sedikit ngeri juga. Bagaimana tidak, mereka datang berbondong-bondong seperti segerombolan para jihadis yang siap membakar rumah-rumah judi. Tak ada siapa-siapa selain aku di sana yang menyaksikan mereka. Sekira hampir sepuluh langkah dari tempatku berdiam, mereka semua menghentikan langkahnya.
    Salah seorang dari mereka, yang kuduga pemimpinnya, menunjuk ke tengah waduk. Lalu mereka semua berteriak, berjalan cepat, dan menggelar sajadah. Ya, sajadah! Dan mereka tidak tenggelam?!
    Mereka berjalan di atas permukaan air seolah berjalan biasa saja di tanah datar. Aku benar-benar tidak bisa memercayainya. Meski takut, aku beranikan diri untuk mendekat. Di antara kesadaran dan ketaksadaran, aku pun bisa berjalan serupa yang mereka lakukan. Sayangnya, dari arah belakang ada dua orang yang menarik kuat masing-masing lenganku. Sekeras apa pun aku meronta, tak kunjung lepas juga. Mereka tak bicara apa pun dan tak memedulikan teriakan dan eranganku. Salah seorang dari mereka hanya menunjuk ke arah timur, tepat di arah orang-orang yang tengah berwudhu. Entah sejak kapan mereka di sana, padahal dari pinggiran waduk tadi aku hanya melihat mereka semuanya sudah berkumpul di tengah-tengah waduk.
    Aku berusaha menangkap maksudnya dan kemudian berwudhu. Aku menuruti mereka ketimbang permintaan Bapakku. Ada suara orang berdeham, rupanya masih dengan orang yang sama. Ia menunjuk baris paling depan. Lebih depan dari orang yang kuduga pemimpin tadi.
    “Silakan dipimpin salatnya.” Ia mempersilakan dengan suara yang tenang dan takzim. Mana sempat aku mengelak sementara mata dari masing-masing mereka menghunjam tepat ke wajahku. Ketika hendak kabur, di sekelilingku seperti ada ribuan tangan tak kasat mata yang menahan laju tubuhku. Aku gagal memutar badan.
    Dengan langkah gemetar, aku melewati calon-para-jamaahku dengan kepala yang terus merunduk dan keringat yang perlahan mengalir deras. Padahal tubuhku terasa menggigil menahan dingin waktu subuh yang gelap itu.
    Aku sudah berada di posisi imam salat dan menghadap kiblat.
    Aku belum juga memulai. Bibirku kelu untuk mengucapkan niat salat. Sedangkan orang yang tepat berada di belakang punggungku, yang tadi kukira pemimpinnya itu, sudah selesai melantunkan iqamah.
    Sungguh, apa yang sedang terjadi aku tak paham. Aku menyerah! Lekas saja aku memutar kepala meski sedikit bercampur aduk rasa sungkan-malu-takut. Ingin aku sampaikan kalau aku tak bisa. Namun apa yang terjadi, mereka semua hilang. Tak ada satu pun yang berada di belakangku. Aku semakin kelimpungan saja. Kedua kakiku terkunci, tak bisa dibawa melangkah ke mana pun, dan tak juga kunjung tenggelam. Sementara selang beberapa waktu, di pinggiran waduk sana, terdengar suara orang-orang yang berteriak-teriak ke arahku, ramai sekali. Namun tak ada yang tertangkap mataku selain sosok lelaki bersorban tengah memegang sesuatu di tangannya, mungkin sapu lidi yang terus digoyang-goyangkan. Entah apa yang harus aku lakukan berikutnya. Barangkali Tuhan sedang ingin bercanda.[]
    Cilegon, 13 Juli 2016
    Continue Reading
    Khazanah Scholarship Programme 2017
    XL Tawarkan Beasiswa S2 di Perguruan Tinggi Malaysia




    Jakarta, 1 Desember 2016. PT XL Axiata Tbk (XL) kembali menawarkan program beasiswa Khazanah atau Khazanah Scholarship Programme 2017 kepada kalangan muda Indonesia. Program ini merupakan bentuk keseriusan XL menjalankan komitmen untuk menciptakan pemimpin masa depan Indonesia di bawah payung program XL Future Leaders. Beasiswa diberikan dalam bentuk biaya pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang Pasca Sarjana S2 di sejumlah perguruan tinggi di Malaysia. Masyarakat yang memenuhi syarat bisa mendaftar untuk seleksi beasiswa ini sampai 11 Desember 2016 yang akan datang.

    Vice President Corporate Communication XL, Turina Farouk, mengatakan, “Program ini merupakan bagian dari program sosial Yayasan Khazanah untuk masyarakat Indonesia, di mana sejumlah perusahaan di bawah Khazanah Nasional Berhad beroperasi di Indonesia, salah satunya adalah XL. Beasiswa diberikan kepada calon penerima terbaik yang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada tahun tersebut. Tidak ada kuota berapa yang akan diterima, yang jelas seleksi memang cukup ketat. Siapa yang lolos seleksi yang akan akan menerima manfaat beasiswa ini. Kami berharap, para penerima beasiswa akan kembali lagi ke Indonesia dan mengabdi untuk negara dan masyarakat, selain membangun karir pribadinya.”

    Untuk mendaftarkan diri, cukup mengirimkan CV melalui email recruitment@xl.co.id dengan subject “Yayasan Khazanah Asia Scholarship - XL Axiata – Nama (nama pemohon)”. Formulir pendaftaran akan dikirim kepada pelamar yang memenuhi kriteria.Pendaftaran program beasiswa ini dibuka sampai 11 Desember 2016.

    Persyaratan untuk mengikuti program Beasiswa Khazanah 2017 adalah Warga Negara Indonesia, berusia tidak lebih dari 27 tahun, dan telah memiliki gelar Sarjana (S1) dengan minimum nilai IPK 3.50. Para pendaftar harus memiliki latar belakang pendidikan Informasi dan Teknologi atau Ilmu Komputer, Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektro, Matematika atau Ilmu Statistik, Teknik Industri, Marketing, Ekonomi, dan Manajemen Bisnis. Dia juga harus memiliki kemampuan memimpin yang baik serta aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan sosial. Mampu berbahasa Inggris dengan baik. Memiliki catatan prestasi akademik yang konsisten dan luar biasa. Terakhir, memiliki catatan kesehatan yang baik.

    Bagaimana proses seleksi program beasiswa ini? Seleksi akan dilakukan dalam sedikitnya 4 tahap. Tahap 1 untuk tes Kemampuan Verbal & Numerik, yang dilakukan secara online. Tahap 2, tes kepribadian dan kelompok, dan moral. Lalu ada pengerjaan tugas khusus di tahap ketiga. Tahap terakhir berupa wawancara dengan petinggi management Yayasan Khazanah dan XL  Pendaftar tidak dipungut biaya apapun. Begitu juga dengan segala biaya untuk seluruh tahapan seleksi ditanggung oleh Yayasan Khazanah.

    Bagi mereka yang dinyatakan lolos seleksi akan mendapatkan manfaat berupa beasiswa yang mencakup biaya akademik selama masa studi, tunjangan hidup, akomodasi untuk program pengembangan, dan pelatihan. Untuk Program Pascasarjana (S2) dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti kuliah di salah satu dari 7 universitas pilihan di Malaysia. Pilihan universitas tersebut adalah Multimedia Universiti, Universitas Kebangsaan Malaysia, Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, Universitas Malaya, Universitas Putra Malaysia, Universitas Sains Malaysia, Universitas Tenaga Nasional, dan Universiti Teknologi Malaysia.

    Yayasan Khazanah dibentuk pada tahun 2006 oleh Khazanah Nasional Berhad yang merupakan badan investasi yang didirikan oleh Pemerintah Malaysia. Misi Yayasan Khazanah adalah memilih, membantu, membina dan mengembangkan orang-orang dengan kemampuan luar biasa dan sanggup menjalankan organisasi terbaik di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, Khazanah Nasional Berhad merupakan pemegang saham PT XL Axiata Tbk, melalui anak perusahaan dan perusahaan investasinya di Malaysia, yaitu Axiata Group. Melalui program beasiswa ini menjadi wujud tanggung jawab Khazanah kepada masyarakat Indonesia.

    Source by: Dwi P. Nugraha
    Continue Reading
    Belakangan, efek dari banyaknya keriuhan yang tampak begitu gamblang di keseharian kita, saya jadi merasa sulit mengambil sikap. Hal-hal remeh, seringkali digodok sedemikian serius dengan mengabaikan hal-hal penting lainnya. Internet salah satunya. Ia menyuguhkan banyak hal baik, sekaligus hal buruk. Ia menyodorkan racun berikut penawarnya. Ia menunjukkan solusi sembari menyelipkan masalah di baliknya. Orang-orang menjelma buah yang, "gumading"--matang sebelum waktunya.
    Adu kehebatan; baik soal keilmuan dan kecakapan berbicara kian kentara (hanya) di media sosial. Pengakuan dan sorak tepuk tangan barangkali adalah trofi yang paling ingin mereka rengkuh. Tanpa peduli aspek-aspek lain yang menjadi faktor mendasar dan utama dalam setiap perbincangan (baca: perdebatan) mereka.
    Saya selalu membayangkan, orang-orang yang merasa paling agung dan cerdas itu dipertemukan. Saling tatap muka, duduk bersama dan menyesap kopi yang terhidang di meja. Kira-kira, apa yang akan mereka cakapkan? Apakah akan seriuh saat berinteraksi di dunia maya yang menggebu-gebu dan penuh-hawa-nafsu-dendam-kesumat-angkara-murka itu? Atau, mereka akan biasa saja layaknya para pengelana kehidupan yang sekadar mampir di warung kopi atau kedai tepi jalan dan bicara alakadarnya dengan orang yang duduk sebangku dan tak saling kenal sebelumnya itu?
    Sering saya amati, ketika satu orang mulai menyulut api, satu orang lainnya malah menyumbang korek dan bahan bakar. Mereka membuat api kecil menjadi api besar yang sebenarnya sedang tidak dibutuhkan. Sebuah perdebatan yang tidak mendasar sungguh tak memerlukan jawaban. Pengabaikan soal benar dan salah bukan lagi jadi topik utama, yang terpenting semua terbakar, semua terluka, semua habis dilalap api dan menjadi abu yang fana.
    Saya sering cemburu dengan anak-anak. Saya pernah berada di posisi mereka, tetapi ketika kedewasaan menjemput saya, betapa sulitnya berpikir kembali layaknya kanak-kanak. Padahal, pada usia sekarang saya lebih sering membutuhkan jiwa kanak-kanak dalam diri saya. Ketika saya kesulitan menemukan sebuah jawaban atas masalah-masalah yang tengah menghadang, saya ingin sekali meminjam pikiran kanak-kanak. Saya selalu berandai-andai, "Apa yang akan jiwa kanak-kanak saya lakukan ketika menghadapi masalah begini? kerumitan macam ini? posisi serba-salah ini?" Saya yakin jiwa kanak-kanak saya bisa melakukannya dengan lebih baik dan bebas. Tanpa dipusingkan dengan banyak pertimbangan-pertimbangan; takut salah, takut berantakan, takut nggak sesuai, takut salah paham, takut ini takut itu serta segala ketakutan dan kekhawatiran yang menggunung. Saya pun selalu bertanya apakah kalau saya di posisi mereka saya akan bersikap demikian? atau sebaliknya?
    Ah, barangkali memang saya saja yang kurang paham tentang mereka; kurang paham soal diri sendiri bahkan. Ketika sesuatu hal terjadi pada diri saya, saya tak lekas mencari biang onar atau orang-orang sekitar untuk saya salahkan. Sekarang ini saya gemar meneliti soal apa saja yang sudah saya lakukan; kesalahan apa yang kadung saya perbuat baik sadar maupun tidak, sebab apa yang kita alami di hari depan adalah buah dari apa yang sudah kita tanam sebelumnya. Bahkan, soal internet itu, ia tak bisa dijadikan kambing hitam. Ia hanya alat, semisal pisau dapur; bisa kau pakai untuk mengupas bawang, atau menggorok leher ayam di pekarangan belakang rumah orang. Tibalah saat menggoreng dan hal tersebut tentu saja mengundang rasa lapar di malam yang penuh pertanyaan-pertanyaan ini. Lantas, sudahkah kita paham soal diri sendiri? Bahkan menentukan waktu tidur saja sulitnya bukan main.
    Malam-malam begini, isi kepala saya terus saja mengganggu, berontak dan meracau. Ia meminta saya menuliskan ketidakjelasan ini tanpa memikirkan si pemiliknya yang belum tidur sejak hari kemarin. Alamaaak!
    Terakhir, saya bersetuju dengan Pak Kiai di kampung saya yang malam tadi mengisi sebuah tausiyah pada acara, "Nanggalaken" atau menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Intinya, hal-hal yang abu-abu sekarang ini selalu ada motif tertentu di belakangnya--kalimat ini saya sendiri yang buat dan tentu dengan kesimpulan bebas saya.
    Orang-orang yang terteriak-teriak itu, orang-orang yang mengekor itu, orang-orang yang ada di belakang itu, orang-orang yang sudah lama tak menyentuk kitab sucinya itu, saya yakin lebih banyak tidak tahunya soal masalah yang tengah terjadi. Hanya ada tiga hal yang mendasari mereka melakukan itu: satu, golongan orang-orang yang polos namun tulus. Dua, orang-orang yang hanya mengikuti tren saja atau suara mayoritas. Tiga, orang-orang yang tahu pokok permasalahan tetapi sebab sesuatu tertentu yang diinginkannya, maka ia mengikuti jalur tersebut.
    Kembali ke perkataan Kiai tadi, konon ada hadist Nabi yang bunyinya begini: "Barangsiapa yang menginginkan (mencintai) sesuatu maka ia akan menjadi hambanya (pengikutnya)."
    Hadist tersebut akan menjadi baik kalau yang dijadikan konteks atau studi kasus semisal: karena kita mencintai Rasulullah SAW, maka kita mengikuti segala sesuatu dan meneladani perilakunya. Namun, akan menjadi lain kalau konteksnya demi keuntungan pribadi, dengan memanfaatkan orang lain/kelompok (baca: picik) demi tercapainya segala keinginan kita (bisa jadi kedudukan atau pengakuan yang menimbulkan sifat sombong dan takabbur).
    Ahoi!
    Selamat datang, Desember. Selamat menyambut Hari Maulid Nabi Muhammad SAW yang akan jatuh satu minggu lagi. Semoga syafa'atnya menyertai kita umatnya hingga yaumil qiyamah. Aamiin. Wallahu a'lam bissowab.
    Cilegon, 01 Desember 2016
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar

    (AG Publishing | 204 halaman | Rp75.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Pengunjung

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ▼  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ▼  December (3)
        • [SELF-DEPRESSION] RACAUAN DAN PERTANYAAN YANG MENG...
        • [MOMENT] XL TAWARKAN BEASISWA S2 DI PERGURUAN TING...
        • [CERPEN] LELAKI YANG (MERASA) DIBERCANDAI TUHAN (B...
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (38)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (9)
      • ►  November (15)
      • ►  December (4)
    • ►  2024 (3)
      • ►  January (1)
      • ►  March (2)
    • ►  2025 (1)
      • ►  January (1)

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top