Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] TENTANG ADE UBAIDIL
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda

     


    1/

    pada suatu hari nanti
    jasadku tak akan ada lagi
    tapi dalam bait-bait sajak ini
    kau takkan kurelakan sendiri[1]

    Saya pernah dibuat kecewa oleh Sapardi. Saat itu kebetulan bulan Juni tapi langit tak sedang hujan. Novelnya yang berjudul sama dengan puisinya, Hujan Bulan Juni terbit. Mulanya saya enggan untuk membelinya, karena saya tak mau ekspektasi saya akan puisinya yang sudah tinggi, menurun. Namun bagaimana lagi, rasa penasaran timbul bak bisul di ujung pantatmu. Kalau tak lekas diobati atau dipecahkan, ia akan terus membesar dan cukup membuatmu gusar ketika hendak duduk. Maka dengan niat yang bulat, berangkatlah saya ke toko buku lalu membeli novel bersampul sederhana itu; dominasi antara warna krem dan abu-abu, tanpa gambar apa pun selain tulisan hujan bulan juni yang didesain seolah-olah pudar diterpa air hujan, lalu di bawahnya nama sastrawan besar itu tertera.

    Tak butuh waktu lama bagi saya untuk menyelesaikan novel itu dalam sekali duduk. Dua atau tiga jam saya beres membacanya. Tetapi, kekecewaan yang hadir hingga hari ini belum bisa hilang. Andai saja ia tak menulis novel yang kemudian saya tahu trilogi itu, rasa hormat saya pada puisi Hujan Bulan Juni pasti tak berkurang. Dan saya tak cukup puas sampai di sana, saya akhirnya menuliskan “kekecewaan” itu dalam bentuk resensi. Kemudian saya posting di blog pribadi saya. Saya ingat betul pertama kali saya tayangkan tulisan itu tanggal 27 Juni 2015, beberapa hari setelah novelnya terbit. Namun, hingga hari ini, resensi itu paling banyak dibaca oleh warganet di blog saya, mengalahkan semua tulisan yang pernah saya posting. Bahkan, ada seorang pelajar yang sengaja menghubungi saya secara pribadi untuk meminta izin menggunakan resensi itu sebagai tugas sekolahnya.

    [RESENSI] Novel: Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono (GPU, 2015)


    Lihat, betapa besar pengaruhnya karya seorang Sapardi Djoko Damono bagi pembacanya. Kekecewaan ini juga rupanya bukan hanya saya yang alami. Pembaca lainnya juga sama kecewanya. Karena, bagi kami karya itu sangat personal dan sudah bukan lagi “milik” penulisnya. Ia sudah milik publik. Dan cara pembaca memandang puisi itu sudah berada di posisi “sakral” (tanpa mau saya menyebutnya fenomenal). Artinya, bagi saya khususnya, puisi Hujan Bulan Juni sudah selesai bentuknya sebagai puisi. Tak bisa dipakai dalam bentuk lain semacam novel. Jika musikalisasi Ari-Reda tentu itu lain hal. Saya sedang membahas dalam bentuk tulisan. Andai saja Sapardi menulis novel itu dengan judul lain, pasti akan berbeda sudut pandangnya. Meskipun saya menduga kalau Sapardi menulis itu karena untuk kebutuhan komersil dan tuntutan penerbit belaka. Namun, ini hanya secuil kekecewaan saya terhadap karyanya. Meski tak bisa hilang, rasa kecewa itu sedikit berkurang ketika saya ada kesempatan untuk bertemu, mengikuti kelasnya, bahkan hingga berfoto dan berbincang langsung dengan beliau.

    2/

    pada suatu hari nanti
    suaraku tak terdengar lagi
    tapi di antara larik-larik sajak ini
    kau akan tetap kusiasati 

    Tiga tahun setelah rasa kecewa itu, saya mendapatkan kesempatan mengikuti sebuah kegiatan yang diadakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yakni Majelis Sastra Asia Tenggara. Sebuah agenda tahunan yang mengundang penulis-penulis dari lima negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan Indonesia. Saat itu negara kami yang menjadi tuan rumah. Selama seminggu kami berada di satu tempat untuk berbicara mengenai sastra dan kesusastraan di negara serumpun ini, khususnya soal cerita pendek (cerpen). Salah satu pemateri tamunya adalah Pak Sapardi. Tak banyak penyair yang karyanya saya kagumi, barangkali terhitung jari. Pak Sapardi tentu ada di urutan nomer wahid. Selain karena saya lebih banyak menulis prosa, puisi-puisi Pak Sapardi adalah yang paling mudah saya terima dan nikmati.

    Saat itu Pak Sapardi tak bisa hadir langsung ke tempat acara. Maka, kami yang mengunjungi beliau di kampus tempat mengajarnya, di bilangan Jakarta. Sebagaimana yang tercitrakan di media, saya selalu mengira penyair adalah orang yang serius. Saya pasti akan bingung bagaimana memulai obrolan bila ingin berbincang dengannya. Namun rupanya, tak kenal..., maka berkenalanlah agar tahu. Aslinya Pak Sapardi jauh dari asumsi itu. Beliau sangat ramah, rendah hati, dan tentu saja “sedikit gila”. Bagaimana tidak, beliau begitu mudah membaur dengan kami para anak muda dan tak sedikit banyolan yang keluar dari bibir keriputnya. Gejolak mudanya sulit sekali beliau sembunyikan. Bahkan beliau cukup update soal media sosial. Di sisa usianya, hampir setiap hari beliau mengunggah foto di akun Instagram-nya.

    Singkat cerita, seusai mengikuti kelasnya, kami ada kesempatan untuk melakukan tanya-jawab. Setelah itu, saya meminta berpose berdua saja, dan itu sulitnya minta ampun. Setelah berhasil meminta waktu, saya mengarahkan beliau untuk salam literasi dengan membentuk huruf L pakai jari telunjuk dan jempolnya. Walahdalah, beliau malah membentuk pistol dan menembakkannya ke arah saya. Hal remeh semacam itu justru membuat saya terkesan hingga hari ini. Saya tak betul-betul tahu kalau saat itu bakal jadi pertemuan terakhir saya dengan beliau.

    3/

    pada suatu hari nanti
    impianku pun tak dikenal lagi
    namun di sela-sela huruf sajak ini
    kau takkan letih-letihnya kucari 

    Usianya memang sudah 80 tahun, akan tetapi rasanya masih seperti mimpi mendengar berita kepergiannya bulan Juli lalu. Kini ia telah kembali pada Sang Mahapuisi. Barangkali sekarang ia sedang menulis sajak dengan-Nya, tanpa perlu pusing diundang ke sana-kemari mengisi acara seminar sastra lagi. Kemasyhurannya sebagai sastrawan tak bisa dielakkan. Ia sudah begitu banyak melahirkan karya sastra, bahkan hingga di penghujung usianya. Saya seringkali dibuat malu oleh produktivitasnya dalam melahirkan karya.

    Ada satu hal yang masih saya sembunyikan hingga hari ini. Tak banyak kawan-kawan saya yang tahu. Namun, sekarang mungkin waktu yang tepat untuk saya ceritakan. Awal Januari 2020 lalu, saya berkesempatan ikut proses pembuatan film yang terinspirasi dari karya beliau. Sewaktu penulis skenario cum sutradaranya saya tanya, “Apakah nanti bakal ada Pak Sapardi muncul sebagai cameo?” Jawaban yang ia beri mematahkan harapan saya untuk bisa bertemu lagi dengan Pak Sapardi. Katanya, “Sepertinya tidak memungkinkan.” Namun dengan lekas ia berusaha membesarkan hati saya, “Barangkali sewaktu premier nanti bakal kami undang.” Mendengar itu saya gembira sekali!

    Ini project pertama saya terlibat langsung dalam proses pembuatan film panjang/layar lebar. Lantaran lokasi syutingnya di Banten, film ini kebetulan sepenuhnya berbahasa daerah Banten: Jawa dan Sunda. Saya bertindak sebagai salah satu accent-coach (dialek) untuk para talent. Puisi Hujan Bulan Juni lagi-lagi diinterpretasikan dalam medium lain. Memang, film dengan judul itu sudah pernah diproduksi dan tayang dalam bentuk film populer. Akan tetapi, film yang saya terlibat di dalamnya ini dibuat lebih “indie” dan “edgy”. Selain bakal masuk bioskop tahun 2021 nanti, film ini juga akan diikutkan dalam berbagai festival film internasional.

     Selama dua minggu syuting, Saya selalu membayangkan saat premier nanti bakal duduk bersebelahan dengan Pak Sapardi dan berbisik, “Ini saya lho yang pernah foto bareng Pak Sapardi waktu itu. Sekarang saya terlibat dalam penggarapan film ini.” Ingin sekali saya mengatakan hal itu pada beliau. Namun, sehabis suara gemuruh itu yang tampak olehku hanyalah // tubuhmu telanjang dengan rambut terurai // mengapung di permukaan air bening yang mengalir tenang -- // tak kausahut panggilanku.[2]

    Film itu nantinya akan dikenang sebagai tribute untuk Sapardi. Saya hanya akan duduk sendiri di sudut bioskop ditemani kursi yang kosong. Akan ada percakapan yang saya karang-karang sendiri di sana, sembari menyaksikan film yang dipersembahkan untuk penyair kita yang tabah, bijak, dan arif itu.

    Cilegon, 10 September 2020



    [1] Puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono ditulis tahun 1991 (Hujan Bulan Juni, 2013).
    [2] Puisi Sehabis Suara Gemuruh karya Sapardi Djoko Damono ditulis tahun 1973 (Hujan Bulan Juni, 2013).
    [3] Esai ini termaktub dalam buku, Sapardi Waktu Itu (Ode Bagi Sapardi Djoko Damono dalam Esai) diterbitkan oleh Bentara Budaya tahun 2020.

    Continue Reading

     

    Sewindu sudah saya bergelut di dunia kepenulisan ini. Beragam karya telah berhasil saya tuliskan. Banyak sekali orang yang berjasa selama saya berproses meningkahi anak tangga kekaryaan. Saya tak bisa menyebutkan satu per satu lantaran terlampau banyak, yang jelas siapa pun yang pernah berbagi pengetahuan hingga hari ini, saya ucapkan banyak terima kasih.

    Semua ini baru awalan. Setelah saya menyelami lautan aksara, ternyata terlampau dalam dunia kesusastraan ini, dan saya masih berada jauh di permukaan, dengan buih-buih yang sesekali lenyap tersapu angin. Saya tak ingin menjadi bagian dari buih-buih itu. Saya ingin menjadi ikan, pasir, terumbu karang, bahkan air laut itu sendiri. Saya ingin menghasilkan karya yang indah, yang bisa dinikmati oleh mereka para pembaca setia.

    Melalui tulisan, pikiran saya bisa merasa merdeka. Menulis juga bagi saya bisa sebagai terapi ketika ada perasaan yang sulit diungkapkan secara lisan. Maka setelah 8 tahun berkarya, saya tak akan pernah berhenti menulis. Banyak hal yang mesti saya selesaikan, banyak hal yang mesti saya tuliskan....

    Mari bertualang di rimba kata-kata!

    * * *

    BUKU PERTAMA

    Saya hampir tak boleh mengikuti pelatihan menulis lantaran pernah memberikan buku ini ke salah seorang mentor.

    “Kamu udah bisa nulis, kenapa ikut kelas ini,” katanya. Saya tersipu malu, bukan karena saya merasa jago, tapi saya menulis buku ini secara otodidak, belum paham benar tentang teori kepenulisan. Selain itu, alasan saya mengikuti kelas menulis bukan hanya untuk belajar menulis, tetapi ingin mencari teman menulis. 

    Saya lahir dan besar di Cilegon, tahun 2012 saat itu saya tidak tahu ke mana harus belajar menulis. Semuanya saya pelajari dari media sosial, saya tergabung di beberapa grup kepenulisan. Tapi rasanya kurang, saya ingin bertemu teman menulis yang bisa dan mau mendengarkan ide-ide saya. Kau tahulah, ketika saya membicarakan hal itu ke orang-orang yang tidak gemar membaca dan menulis, percuma saja. Sama seperti sebagian besar kawan-kawan saya di kampus. Mereka sering menganggap saya meracau dan mengkhayal.

    Karenanya, setelah menemukan Komunitas Rumah Dunia, saya tak lagi merasa menjadi penyihir aneh di antara muggle-muggle di sekitar saya. Dan seorang mentor yang saya sebutkan di atas, dialah Gol A Gong. Guru kehidupan saya di komunitas itu.

    Fun Fact: Buku pertama ini menginspirasi saya untuk membuat perpus pribadi yang saya kelola di samping rumah, namanya “Rumah Baca Garuda”. Alasannya simpel; agar saya bisa mendapatkan teman berdiskusi. Kalau sesuatu belum ada di lingkunganmu, bukankah itu artinya kamu yang harus menciptakannya?

    * * *


    BUKU KEDUA

    Menulis bukan pekerjaan yang mudah. Begitu juga pekerjaan lainnya. Maka bila kamu berpikir perjalanan karier kepenulisan saya mulus-mulus saja, tentu kamu salah besar. Novel ini adalah buktinya. Saat pertama kali jadi draft, saya ikutkan ke ajang lomba. Saya berharap sekali menang, tapi sebagaimana kita tahu kemudian, sesuatu yang pertama kali dibuat, seringkali hasilnya tak pernah bagus. Saya kalah di lomba itu. Saya down dan merasa gagal menulis novel.

    Namun, saat saya baca ulang, ternyata betapa berantakannya draft novel itu. Logika cerita yang masih belum utuh, dan kesalahan penulisan di sana-sini. Karenanya menulis bukan pekerjaan mudah. Usai dituliskan, tugas berikutnya kita mesti mengendapkan karya itu. Barulah masuk proses editing. Setelah melewati semua prosesnya, barulah saya kirimkan ke penerbit. Dan setelah penantian panjang, novel ini terbit di salah satu penerbit besar di Indonesia. Naskah saya lolos dan dicetak ribuan lalu menyebar ke toko buku seluruh nusantara.

    Betapa semua perjalanan berkelok-kelok itu terbayarkan. Apresiasi dari kawan-kawan berdatangan. Media sosial saya penuh dengan mention dari mereka yang berfoto di toko buku di kotanya. Dan di sanalah kepuasan penulis muncul. Rasa penasaran timbul untuk terus berkarya lebih baik lagi dan melahirkan karya-karya berikutnya.

     * * *


    BUKU KETIGA

    Ini buku paling istimewa. Saya akan membahasnya singkat saja, karena cerita lengkapnya ada di pengantar dalam buku ini. Suatu kali saya dihubungi Pengurus Yayasan kampus saya. Ia mengajak bertemu dan makan bersama. Ia mengapresiasi buku-buku saya sebelumnya. Pertemuan yang hangat. Kami berbincang-bincang mengenai banyak hal. Sampai di satu obrolan, saya mengatakan sedang menyiapkan buku kumpulan cerpen. Belio bersedia atas nama kampus untuk menerbitkannya. Dan setelah pertemuan itu muncullah buku ini. Semua biaya ditanggung olehnya, dan hingga hari ini, sisa-sisa bukunya bisa kamu dapatkan di toko buku kampus saya.

    * * *

    BUKU KEEMPAT

    Buku ini eksklusif sekali. Tidak akan kamu temui di toko buku online maupun offline. Buku ini lahir setelah saya termasuk dalam 100 pegiat taman bacaan masyarakat study banding ke Singapura. Kami terpilih sebagai peserta bimbingan teknis vokasi menulis Kemendikbud RI.

    Selama kurang lebih seminggu di sana, kami diminta menuliskan pengalamannya berupa karya fiksi maupun nonfiksi dalam bentuk buku. Maka terbitlah buku ini. Kamu bisa mengaksesnya dengan cara langsung menghubungi Kemendikbud RI, sebab buku ini tidak diperjualbelikan~

    * * *

    BUKU KELIMA

     Sebetulnya inilah novel pertama yang saya tulis di laptop. Namun tidak kunjung menemukan jodohnya. Setelah saya posting beberapa bagian babnya di Wattpad, salah satu platform digital, barulah ada seorang pemilik penerbitan dari Kalimantan yang meminangnya untuk diterbitkan.

    Bagi kamu yang berpikir tak pernah bertemu dengan jodohmu, belajarlah dari perjalanan buku ini. Sesungguhnya semua sudah ada pasangannya masing-masing, yang berbeda barangkali belum ketemu saja. Atau mungkin belum dilahirkan hehe... canda yaela~~

    * * *


    BUKU KEENAM

    Sebelum buku ini terbit, beberapa cerpennya saya kirimkan ke Ubud Writers and Readers Festival 2017. Siapa kira, ternyata saya terpilih bersama 15 penulis lainnya dari berbagai daerah di Indonesia sebagai penulis emerging.

    Setelah itu, manuskrip cerpennya saya kirimkan ke penerbit. Syukurlah, tak butuh waktu lama, dengan kebaikan hati pemilik penerbit, naskah saya diterbitkan dan sempat saya bawa ke acara UWRF di Bali. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya. Salah satu pencapaian tertinggi di dunia kepenulisan.

    * * *


    BUKU KETUJUH

     Tinimbang cerpen-cerpen lain di buku sebelumnya, saya menulis cerpen yang rata-rata bertema realis dalam buku ini. Saya diperkenankan oleh penerbit untuk terlibat dalam konsep cover dan bentuk fisik buku yang lebih kecil dibanding buku lainnya. Saya memang ingin bentuknya seperti buku saku yang mudah dibawa ke mana-mana tanpa banyak makan tempat.

    * * *


    BUKU KEDELAPAN

    Untuk pertama kalinya saya menulis novel keroyokan. Ditulis oleh tujuh orang yang menamai kelompoknya Pitulis. Buku yang lahir atas kerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam suatu acara yang diselenggarakannya.

    Perjalanan buku ini lahir ke bumi penuh liku, onak berduri, dan tentu saja penuh drama. Namun akhirnya terbit juga. Saya yakin suatu saat buku ini akan dialihwahanakan ke media film atau webseries. Ceritanya memang sangat filmis dan cocok untuk diaudiovisualkan. Semoga saja suatu hari.

    So, setelah membaca ulasan singkat soal sejarah masing-masing buku ini, buku mana saja yang sudah kamu miliki dan kamu baca?

    Bersiaplah, tahun depan buku baru saya akan terbit. Ayo nabung!




    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar

    (AG Publishing | 204 halaman | Rp75.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Pengunjung

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ►  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ▼  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ▼  December (2)
        • [Catatan] Sewindu Berkarya; Kilas Balik Perjalanan...
        • [Esai] Saya Selalu Membayangkan Duduk Bersebelahan...
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (38)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (9)
      • ►  November (15)
      • ►  December (4)
    • ►  2024 (3)
      • ►  January (1)
      • ►  March (2)
    • ►  2025 (1)
      • ►  January (1)

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top