Aku, Percaya Keajaiban!
image by: www.google.com Pintu kaca berderak. Terlihat pria dewasa yang aku taksir berusia tak kurang dari tiga puluh, memasuki sebuah ruangan tempat kami berdiam. Hanya ada aku dan temanku satu saja di dalam sini. Tak ada yang menghiraukan kami. Semua menuju ke penghuni baru. Ya, penghuni baru, sedang aku dan temanku hanya ibarat barang bekas yang tak rela dibuang begitu saja dengan pemiliknya. “Semoga ia mendekat,” bisikku kepada Ve, temanku yang menatap sendu. Sepertinya semangat dalam dirinya tengah meredup, ia sudah pasrah menggantungkan harapan kepada orang-orang yang selalu berlalu lalang di hadapan kami, namun lebih sering tak menyentuh tubuh kami, bahkan menoleh pun tak sempat. Ah, entah sampai kapan kita di sini, dilumat butiran debu yang kian menebal, tak diperhatikan dengan pengoleksiku yang padahal dahulu aku ingat sekali, ia memuji-mujiku di hadapan mitra kerjanya. “Ve, kenapa diam? Tenang saja, pada waktunya tentu harapan kita akan terpenuhi.” Ia meno...