[Ulasan Film] Yowis Ben 2: Pecahnya Berantakan!
March 15, 2019Image by: Starvision |
Berbeda dengan Yowis
Ben 1 yang bercerita tentang perjalanan terbentuknya sebuah Band anak SMA, di
film keduanya ini jalinan kisah dan konfliknya lebih kompleks. Fajar Nugros
mengembangkan cerita lewat karakter-karakter yang muncul. Kalau di film pertama
mereka hanya berada di lingkungan Jawa (Malang), kali ini dihadirkan banyak
tokoh berlogat Sunda dan Bali. Bahkan sampai menggunakan setting lokasi di Kota Bandung.
Cobaan orang-orang yang
sedang berusaha adalah menghadapi kegagalan. Bagaimana cara kita merespons
keadaan terburuk dalam hidup kita? Itulah yang dialami Bayu dan kawan-kawan
band-nya. Ia harus mengorbankan banyak hal demi meraih cita-citanya. Yang menarik,
ketika Yowis Band mendapatkan label dan bertemu seorang produser musik, lalu
mereka ditawari rekaman, Doni (Joshua Suherman), Nando (Brandon Salim) dan
Yayan (Tutus Thomson) dibuat geram. Lantaran, lagu andalan mereka diubah
menjadi lebih buruk ketika harus berduet dengan rapper cum youtuber, yang diperankan oleh duo Skinnyindonesian24.
Doni menggugat, kalau
urusan yang terkait dengan hal prinsipil, mereka tidak bisa menerima begitu
saja, sekalipun dibayar mahal. Akhirnya Bayu di hadapkan pada dilema antara mempertahankan
kerjasamanya dengan label rekaman atau mementingkan keutuhan band-nya. “Keluarga
itu nggak kayak gini, Bay!”—sekalimat menohok dari Nando yang terus terngiang
sampai film usai.
Salah satu pemain yang
patut diacungi jempol adalah Cak Jon alias Arif Didu. Pembawaannya yang
natural, berhasil membuat penonton (saya) bersimpati pada kondisi hidupnya. Kalian
akan menemukan satu scene paling haru
antara Cak Jon dan Bayu dkk. Dan film yang berhasil menurut saya salah satunya
adalah ketika lo dibuat ketawa
sekaligus nangis dalam waktu yang nyaris bersamaan. (Gimana dah, tuh!). Saya sarankan
sebelum menonton siapkan beberapa lembar tisu untuk mengelap ingusmu. Hahaha!
Buat kamu yang belum
menonton Yowis Ben 1, tenang saja. Meski sekuel, film kedua ini tetap bisa
berdiri sendiri dan tidak akan membuat penonton bingung. Selain itu juga,
sepanjang film diputar kita akan dibuat tertawa tiada henti. Laugh per Minute (LPM)-nya rapat dan
padat sekali. Bahkan, dalam satu set
bukan hanya satu punchline, tetapi double dan triple punchline. Salut untuk Joshua Suherman selaku comedy consultant film ini—padahal kalau
nonton doi stenap sungguh garing
sekali. (piss, bro!)
Meski 80% menggunakan
bahasa daerah, tenang saja, sepanjang dialog selalu disertakan subtitle. Hanya, ada esensi tersendiri
bagi kalian yang mengerti bahasa daerah. Untuk beberapa jokes, misal, ada yang work
kalau dibawakan dalam bahasa daerah, kalau baca terjemahannya komedinya jadi
kurang nendang—beruntunglah saya yang dilahirkan dari Ibu Sunda (Pandeglang) dan
Bapak Jawa (Cilegon).
Entah bisa disebut
kekurangan atau tidak, scene yang
muncul bahkan benang merah film banyak dipengaruhi oleh film Thailand. Buat kamu
yang udah nonton film Suckseed pasti
paham. Ada beberapa adegan yang akan mengingatkanmu pada film Thailand tersebut,
karena memang berkisah tentang band remaja di sekolahnya. Bisa jadi sutradara
dan penulis naskahnya terinspirasi dari film tersebut.
Terlepas dari itu semua,
saya tidak kecewa dengan film ini. Hampir 3-5 lagu yang nyelip di scene penempatannya cukup cocok dan
mendukung cerita, tidak terkesan tempelan dan paksaan. Selain enak didengarkan,
rupanya Bayu dan kawan-kawan menggarap lagu berbahasa Jawa ini lumayan serius. Musikalitas
mereka di beberapa lagu cukup bagus. Saya cukup enjoy dan bahkan ikut bernyanyi
karena lirik lagunya pun disediakan di layar.
Saya menduga—dan berharap—akan
ada series-nya tersendiri dari film
ini nantinya. Seperti film Cek Toko
Sebelah yang dibuat series-nya
dan tayang di Hooq.id. Semoga saja. Dan sebelum itu terwujud, pastikan kamu
segera menonton film ini selagi masih hangat diputar di seluruh bioskop-bioskop
Indonesia.
Salam Jiancuk!
Score:
8.5/10.
Cilegon,
15 Maret 2019
1 komentar
This review could not interest me normally, because what you told about this film does not seem interesting to me.
ReplyDelete