[ULASAN BUKU] Cerita Eksperimental: Meramu Formula Baru dalam Bercerita (Koran Jakarta, 16 Desember 2017)

December 16, 2017


image by: @adeubaidil
Judul        : Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini
Penulis     : Eko Triono
Penerbit  : Basabasi
Terbit       : Desember 2017
Tebal        : 220 halaman
ISBN        : 978-602-6651-67-9

Belakangan “cerita eksperimental” sedang menjadi buah bibir di kalangan para pengarang tanah air, khususnya karya prosa. Mudahnya, cerita eksperimental adalah sebuah cerita yang lain dari biasanya, yang kita temukan di surat kabar atau istilah lainnya: sastra koran.

Karena hal itulah banyak pengarang yang kemudian merasa tertantang, mereka berpikir lebih keras untuk membuat semacam formula baru dalam berkisah. Satu dari pengarang itu ialah Eko Triono. Lewat kumpulan cerpen terbarunya, yang juga bisa disebut novel ini, berjudul, Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini. Beraneka gaya bercerita, ia jajal dan tampilkan. Eko bereksplorasi dalam banyak hal dan memperlihatkan pembaharuan dari segi isi, gaya bahasa, dan struktur cerita. Pengarang asal Cilacap ini bercerita tentang “cerita”. Tokoh-tokohnya adalah cerita itu sendiri. Misalnya saja cerita pembukanya, Cerita dalam Pertemuan Kita. Berkisah tentang pertemuan antara Apa dan Kabar. Mereka berbincang layaknya dua manusia. Memiliki pikiran layaknya manusia, diberi perasaan, pandai menyusun kata dan sebagainya—hal. 13.

Beralih ke cerpen kedua, Eko membuat, Cerita dalam Satu Kata, tentu saja isinya hanya sekata, layaknya puisi Hamid Jabbar berjudul, Doa Terakhir Seorang Musafir yang berisi satu kata dalam satu baris; amin. Di cerpen ketiga, Cerita dalam Banyak Katanya ia mulai membenturkan bentuk teks dalam kamus, secara literer, untuk kemudian “dihancur-padukan” dengan cerita yang ia karang. Tiap kata yang diurai disusupi dengan contoh kalimat yang menjalankan cerita itu sendiri hingga akhir:
“Cerita/ ce·ri·ta/ n 1 tuturan yg membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya): itulah -- nya ketika pertama kali kamu mencium bibirku dengan lembut di ruang kelas dan hujan menderas di luar....”—hal. 16.
Koran Jakarta, kolom Perada edisi 16 Desember 2017
Cerita Pendek dan Cerita Panjang menjadi cerita keempat. Dua jenis cerita itu dijadikan sebagai dua tokoh hidup dan berebut siapa paling unggul di depan khalayak pembacanya. Ada pula cerpen, Cerita Dewasa yang ditulis seolah kita sedang mengakses sebuah situs berkonten dewasa, yang mana kita harus menekan salah satu tombol, sekadar memastikan kalau kita sudah cukup umur untuk menonton adegan vulgar itu, sebelum masuk ke situs tersebut. Berikutnya melompat ke judul, Cerita Pesan Moral, di sana saya menemukan ‘tinjuan halus’ namun mematikan. Ia kental akan sarkasme pada kondisi perpolitikan di Indonesia yang seringkali memakai jubah keagamaan untuk melancarkan misinya.

Dalam pengantar buku ini, Anton Kurnia menulis kalau gairah Eko dalam bereksplorasi terhadap kebaruan tampak dalam kumpulan cerita, Kamu Sedang Membaca Tulisan Ini,.... Buku ini sesungguhnya bisa juga dibaca sebagai novel eksperimental sebab satu cerita dan cerita lainnya saling berkelindan secara tematis meski bisa dibaca sendiri-sendiri sebagai “cerpen”—hal. 4.

Ada 25 bagian cerita, yang masing-masing bagiannya memiliki bentuk, isi dan strukturnya sendiri. Seperti, Cerita Berbingkai Bangkai tentang Berita Derita Kita yang hanya berisi kotak-kotak semacam mengisi teka-teki silang (TTS)—yang juga akan didapati di cerita berikutnya. Dalam cerpen, Cerita Universal, pembaca dapat menentukan nama tokohnya sendiri; lalu akan ditemukan cerita yang serupa penulisan resensi buku; cerita yang serupa dengan soal ulangan sekolah dalam, Cerita dalam Ulangan Harian Kita; cerita persis seperti membuat ramuan atau tata cara memasak yang biasa kita dapati di tabloid dan majalah kuliner dalam cerpen, Cerita dalam Resep Membuat Hantu; dan masih banyak lagi eksperimentasi yang coba dituliskan oleh Eko.

Banyak eksplorasi cerita yang sebelumnya tidak kita dapatkan dalam sejarah sastra  Indonesia—meski seperti kata Anton Kurnia, apa yang dilakukan Eko tidak betul-betul baru, sekadar menyebutkan nama seperti Cile Alejandro Zambra, Raymond Queneau, Gerges Perec, Julio Cortazar dan Italo Calvino, dahulu pernah melakukannya. Namun, apa kiranya yang hendak dicapai seorang Eko dan para pengarang potensial lainnya; yang menggubah cerita sebagaimana cerita yang kita kenal kemudian dibongkar-pasang sedemikian rupa itu. Bisakah dikatakan cerita eksperimental sebagai sebuah evolusi cara pengarang bercerita di masa depan? Atau sebatas gaya-gayaan dan keren-kerenan semata?

Cilegon, 14 Desember 2017




*) dimuat Koran Jakarta: Meramu Formula Baru dalam Bercerita

You Might Also Like

5 komentar