[ESAI] FILM MARS DAN GELIAT SINEAS BANTEN (Biem.co, 03 Mei 2016)

May 04, 2016


Poster FILM MARS

Kemarin malam, 2 Mei 2016, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, saya mendapatkan kesempatan menghadiri gala premiere film Mars: Mimpi Ananda Raih Semesta di Plaza Senayan, Jakarta. Memakai pakaian sesuai dress code yang tertera di undangan, yakni baju batik, saya pun berangkat dari rumah dengan berpakaian batik. Tibalah di Plaza Senayan usai azan Magrib. Acara dimulai pukul 20.00 WIB. Sejak dari pintu masuk, berseliweran orang-orang yang saya temui memakai baju batik. Jadi tak begitu sulit bagi saya untuk mencari di mana posisi studio XXI yang akan menayangkan film tersebut, karena ini kali pertama saya mendapatkan undangan khusus dan berkunjung ke Plaza Senayan.

Saat sudah di P3, lantai di mana film akan diputar, tampak berdesakan tamu undangan memenuhi ruangan XXI. Sebagian besar memang yang berniat hadir menonton pemutaran pertama film tersebut. Banyak sekali saya temui kawan reporter dan wartawan dari tivi lokal hingga nasional. Sebelum pemutaran film, ada sesi wawancara terlebih dahulu. Tampak di sana cast film hadir, seperti Acha Septriasa, Kinaryosih, Tenku Rifnu, Chelsea Riansy, Kholidi Asadil Alam, dan lain-lain. Usai pers-confrence, ramai-ramai pengunjung menukarkan undangan dengan tiket masuk ke studio 2, di mana film Mars akan ditayangkan. Bangku-bangku secara singkat terisi penuh, saya mendapat undangan VVIP tetapi tak ada waktu untuk mengurus itu, saat menemukan kursi yang kosong lekas saja saya tempati. Film diputar, kami menonton bersama all cast film dan crew, juga sutradara sekaligus produsernya. Siapa lagi kalau bukan Sahrul Gibran, putra Banten.
           
Mengenal geliat sineas Banten                        
Pemuda kelahiran Panggarangan, Bayah, 13 Januari 1989 ini, siapa sangka telah menggegerkan dunia perfilman nasional, terlebih di daerah kelahirannya, Banten. Sejauh ini, bila bicara  filmmaker di Banten, baru mencuat nama Darwin Mahesa, sutradara muda dan pendiri komunitas film Kremov Pictures. Bila lebih ingin lengkap lagi menyebutkan, anak muda ini adalah jebolan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Seakan dari kampus-kampus lain gaungnya kurang terdengar bila membahas soal film. Tetapi, Mars yang akan tayang besok, 4 Mei 2016 serempak di seluruh bioskop Indonesia adalah karya putra Banten dan mahasiswa di Universitas Serang Raya (Unsera). Ini membuktikan bahwa masih ada harapan baik soal geliat film di Banten, yang muncul dari kampus selain Untirta. Tentu tak bermaksud membanding-bandingkan satu kampus dengan kampus lainnya, justru saya hanya hendak memberitahukan bahwa ini adalah kabar yang menggembirakan. Ini adalah gebrakkan yang harus sama-sama kita buat ramai. Tak ada lagi bendera kelompok, kita satu. Kita adalah Banten.

Bila membahas perjuangan keduanya untuk mereguk kesuksesan, tentu akan sangat panjang sekali. Saya hanya berusaha kembali mengulang dan mengulang, kalaupun memang sudah pernah ada yang menyampaikan. Kita, sebagaimana warga Banten, dipimpin oleh seseorang yang memiliki latar belakang dari dunia perfilman. Tak perlu lagi disebutkan satu per satu judul film apa yang pernah digarap dan dibintangi oleh Gubernur Banten, Rano Karno. Kita perlu terus mengangkat perkembangan berita ini, karena siapa tahu, Banten akan dikenal sebagai provinsi yang memiliki sineas-sineas muda berbakat.

Perlunya campur tangan pemerintah tentu sangat diharapkan. Kita bukan seharusnya lagi bermain di wilayah sendiri, wilayah nyaman kita. Masih ada tingkat nasional dan internasional yang harus dikejar. Sebagaimana film Mars, pesan dari film ini hendak menyampaikan bahwa segala cita-cita besar patut diperjuangkan. Sekalipun harus rela mengorbankan hal-hal yang kita sayangi.

Kisah perjuangan meraih semesta
Tokoh Sekar Palupi, yang diperankan oleh Acha Septriasa (ketika beranjak dewasa), menggambarkan perjuangan seorang anak kampung yang memiliki keinganan kuat untuk terus bersekolah, sekalipun para tetangga mengolok-olok impiannya itu. Tak lain karena dorongan dari kedua orangtuanya, khususnya sang ibu, Tupon (diperankan oleh Kinaryosih). Cerita diawali saat Sekar sudah berada di Oxford University dan sedang memberikan sambutannya sebagai lulusan terbaik di kampus ternama itu. Lantas penonton dibawa bernostalgia ke masa Sekar masih kecil, yang diperankan oleh Chelsea Riansy. Saat berusia 7 tahun, ia sangat membenci sekolah. Lima hari pertama di sekolah, ia sudah sering bolos dan memilih untuk berkunjung ke rumah sahabatnya yang tidak mengenyam pendidikan. Padahal, ibunya mati-matian mencari dana untuk menyekolahkan Sekar.

Sekar termasuk anak yang cerdas, tetapi ia membenci sekolah lantaran teman-teman sekelasnya senang mengejek dia dan itu membuat Sekar tidak nyaman. Ia percaya bahwa untuk bahagia tak perlu sekolah, tetapi kakek dari sahabatnya menasihati dia. Sampai di puncaknya, sang ayah yang diperankan oleh Teuku Rifnu, mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Tentu ini sangat memukul batin Sekar. Karena sebelumnya, ia telah dikeluarkan dari sekolahnya dan baru dimasukkan ke sekolah barunya. Sewaktu ayahnya mengantarkan Sekar ke sekolah, ia berpesan agar Sekar menjadi anak yang cerdas dan membanggakan keluarga. “Raih mimpimu!” pesan ayahnya saat itu. Itu menjadi titik perjalanan Sekar dalam kesungguhannya hingga berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Orang bijak berkata, tidak ada gading yang tak retak. Demikian pula dengan film Mars. Beberapa adegan memang terkesan melompat-lompat, begitu saya mengistilahkannya. Juga logika cerita yang sedikit meleset, sekalipun ini tidak terlalu berpengaruh pada alur cerita. Semisal, sebut saja, adegan saat Sekar kecil masih Sekolah Dasar tetapi berpakaian putih abu-abu yang kita kenal itu identik dengan seragam setingkat SMA. Perlu ada sedikit saja penjelasan agar penonton tidak dibuat bingung. Juga hal lainnya soal pemilihan judul yang diangkat dari novel best seller, Aisworo Ang ini, kurang menonjolkan “Mars” itu sendiri. Meski sempat diistilahkan oleh Tupon sebagai “Lintang Lantip”, tetapi penggalian soal tema itu kurang digarap lebih matang. Penjelasan tentang perjalanan kuliah Sekar yang mengambil Jurusan Astronomi kurang dikulik. Semisal, sedikitnya beri obrolan berisi pengetahuan soal tata surya atau planet mars yang dijadikan tema film.

Tetapi ada pula hal yang sentimentil dan dramatis. Saat Sekar kecil ingin mengerjakan PR di malam hari, tetapi tidak bisa karena pensil satu-satunya hilang. Ibunya mengetahui hal itu. Di tengah guyuran hujan dan pekatnya malam, sang ibu mencari warung untuk mendapatkan pensil. Saya membayangkan betapa orangtua rela berkorban apapun demi kesuksesan buah hatinya.

Terlepas dari itu semua, Mars adalah film besutan pertama sutradara yang memiliki nama asli Sahrul Gunawan itu. Pujian, kritik, dan masukan yang membangun, saya rasa tentu sangat ia harapkan, agar ke depannya film yang akan ia garap bisa lebih matang dan mendekati kesempurnaan. Sekali lagi, barangkali pemerintah perlu memberikan perhatian yang serius soal ini. Satu saja gebrakan, semisal membuat film inspiratif yang menggambarkan tentang Banten, dengan menggaet sineas-sineas muda potensial dari Banten. Saya yakin, provinsi ini akan dikenal bukan lagi sebagai “provinsi para koruptor yang santun”, tetapi provinsi yang melahirkan karya-karya film berkelas dan layak bersaing di kancah perfilman Indonesia, bahkan internasional. Barangkali ini juga salah satu pendekatan yang baik untuk mengajak masyarakat agar berlaku positif dengan menyajikan film-film yang berkualitas. [*]

Cilegon, 3 Mei 2016

Ade Ubaidil, penikmat film dan mahasiswa Universitas Serang Raya (Unsera). Bercita-cita menjadi sutradara, atau paling tidak karya novelnya difilmkan. *kodekeras :D

*) Pernah dimuat di Biem.co dan dibaca lebih dari 1000 pengunjung >>> http://www.biem.co/read/2016/05/03/1338/film-mars-anak-muda-banten-9jju

You Might Also Like

0 komentar