[ULASAN BUKU] “Mendaur-Ulang”Jagat Raya melalui Sudut Pandang Bus Kota

November 18, 2017




Judul   : Semua Ikan di Langit
Penulis :Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Grasindo
Terbit   : Februari, 2017
Tebal   : 259 halaman
ISBN   : 9786023758067


Buku ini merupakan pemenang pertama Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 2016 lalu. Di sayembara sebelumnya, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie berhasil pula menyabet juara kedua dengan novelnya berjudul, “Di Tanah Lada” (2015). Namun berbeda dengan novel yang menjadikan anak-anak sebagai tokoh sentralnya itu, di novel, “Semua Ikan di Langit” ini Ziggy menjadikan sebuah bus Damri, atau bus dalam kota, sebagai narator.

Cerita bergerak dimulai ketika Si Bus dipertemukan dengan tokoh bocah berambut keriting, memakai celana pendek, berjubah kegedean, tanpa alas kaki dan tidak suka bicara—yang setelahnya disebut sebagai ‘Beliau’ dan diketahui memiliki kemampuan ilahiah—datang menjemputnya. Dengan ikan julung-julung terbang yang keluar dari balik jubah si bocah, dibawalah Si Bus melayang ke ruang angkasa. Trayeknya bukan lagi sekitar Dipatiukur-Leuwipanjang, namun Si Bus memulai trayek baru: mengelilingi angkasa, melintasi dimensi ruang dan waktu.

Banyak peristiwa dan kejadian yang dialami Si Bus dengan Beliau-nya. Mulai keanehan ikan-ikan yang bisa terbang tadi, Beliau yang bisa mengubah takdir dengan cara menjahit ulang kehidupan makhluk yang dikehendakinya—bahkan bisa menjahit hati yang patah—, membuat planet dari permen gula-gula, dipertemukan dengan Nad, seekor kecoa asal Rusia yang terpenjara di galaksi, kucing yang jadi dewa di padang pasir, Chinar si pohon yang sangat besar di ruang angkasa, pertemuan dengan tentara laut, si Membingungkan yang aneh, anak kecil yang kejam dan banyak hal lainnya. Ditambah dengan perjalanan bolak-balik antara Bandung abad ke-21 dan Auschwitz, Jerman tahun 1944, lalu kembali lagi ke angkasa yang lepas dari perhitungan waktu manusia

Novel ini, selain sebagai karya sastra yang menghibur, ia juga menampilkan narasi-narasi filosofis. Belum lagi pengandaian yang membuat pembacanya merenung. Meski kesan awalnya terasa sepele, tetapi Ziggy tengah menyinggung konsep tentang Tuhan-Ketuhanan, penciptaan jagat raya hingga sifat dan watak manusia yang merasa “serba-tahu”.

“Tapi menurut saya, kalau Tuhan mau membuat sesuatu dengan tidak sempurna, dia bisa saja. Dia kan bisa melakukan segala hal; mungkin saja membuat sesuatu dengan begitu sempurna, mungkin saja membuat sesuatu dengan tidak sempurna. Masalahnya kan manusia saja yang melihatnya dengan cara yang berbeda, membangun opini mereka sendiri tentang apa yang sempurna dan tidak sempurna. Mereka anggap sesuatu ini, anggap sesuatu itu: padahal sebenarnya penilaian mereka itu tidak ada artinya. Sempurna itu hanya konsep buatan, diciptakan karena mereka—kita—suka menilai dan menghakimi satu sama lain. Yah begitulah manusia!”—hal. 120-121.

Ziggy merajut antar bab satu dengan bab lainnya menjadi sebuah cerita utuh. Meski beberapa kali ditemukan kisah berbingkai seperti dalam dongeng Kisah 1001 Malam, namun ia berhasil menuntaskannya dengan cara yang unik dan memikat.



Cilegon, 13 Oktober 2017

You Might Also Like

0 komentar