Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • [PROFIL] TENTANG ADE UBAIDIL
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda

    Dewan Kesenian Jakarta  kembali menyelenggarakan
    Sayembara Menulis Novel DKJ 2014
    untuk merangsang dan meningkatkan kreativitas pengarang Indonesia dalam penulisan novel. Melalui sayembara ini DKJ berharap lahir novel-novel terbaik dari pengarang Indonesia yang memperlihatkan kebaruan dalam bentuk dan isi.
     
    Ketentuan Umum
    • Peserta adalah warga negara Indonesia (dibuktikan dengan fotokopi KTP atau bukti identitas lainnya).
    • Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah.
    • Naskah belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
    • Naskah tidak sedang diikutkan dalam sayembara serupa.
    • Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik.
    • Tema bebas.
    • Naskah adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan (sebagian atau seluruhnya).
    Ketentuan Khusus
    • Panjang karya 40.000-100.000 kata, halaman A4, spasi 1,5, huruf  Times New Roman ukuran 12.
    • Peserta berusia antara 17-37 tahun (dibuktikan dengan fotokopi KTP).
    • Tiga (3) karya prosa atau cerpen peserta pernah dimuat di media massa (bukan media internal seperti: majalah sekolah atau kampus, media komunitas, blog, online) atau satu (1) buku tunggal peserta (bukan antologi) pernah diterbitkan oleh penerbit umum (bukan self publishing).
    • Menyertakan fotokopi contoh prosa (cerpen) karya sendiri yang pernah dimuat di media cetak minimal 3 karya.
    • Menyerahkan biodata, alamat surat, dan nomor kontak di lembar terpisah.
    • Empat salinan naskah dikirim ke:
      Panitia Sayembara Menulis Novel DKJ 2014
      Dewan Kesenian Jakarta
      Jl. Cikini Raya 73
      Jakarta 10330
    • Batas akhir pengiriman naskah:
      30 September 2014 (cap pos atau diantar langsung).
    Lain-lain
    • Para Pemenang akan diumumkan dalam Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel DKJ 2014 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada Desember 2014.
    • Hak Cipta dan hak penerbitan naskah peserta sepenuhnya berada pada penulis.
    • Naskah pemenang yang diterbitkan menjadi buku harus mencantumkan logo DKJ.
    • Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat-menyurat.
    • Pajak ditanggung Dewan Kesenian Jakarta.
    • Sayembara ini tertutup bagi anggota Dewan Kesenian Jakarta Periode 2012-2015 dan keluarga inti Dewan Juri.
    • Maklumat ini bisa diakses di www.dkj.or.id.
    • Dewan Juri terdiri dari sastrawan dan akademisi sastra.
    Hadiah
    • Pemenang I     Rp.20.000.000
    • Pemenang II    Rp.10.000.000
    • Pemenang III   Rp.7.500.000
    • Pemenang IV   Rp.5.000.000
    Jadwal
    • Publikasi Maklumat: Juni 2014
    • Pengumpulan karya: Juni-September 2014
    • Penjurian: Oktober-November 2014
    • Pengumuman pemenang: Akhir Desember 2014
    Source info by: Website DKJ
    Lihat juga: Akademi Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014
     
    Continue Reading


    Maaf, Aku Membencimu, Ibu

    Aku paling tidak bisa berkisah tentang ibu. Entah mengapa, terkadang aku sampai pusing sendiri jika harus mengungkapkan dan mendeskripsikan ibu dengan kata-kata. Aku lahap kamus besar bahasa Indonesia yang aku beli minggu lalu, namun tak ada kata terindah yang bisa menjelaskan tentangmu, ibu. Aku benar-benar membencimu ibu. Begitu sulit menggambarkan semua kebaikanmu semenjak aku dalam rahimmu dengan diksi-diksi yang puitis. Kurasa bahkan seorang penyair pun tak menemukan itu. Jika pelangi adalah penggambaran tentang warna-warni yang menakjubkan, engkau lebih dari itu bahkan tidak sebanding dengannya. Lalu, dikala gersang mengisi siang, satu-satunya yang dinanti adalah hujan, maka engkau jauh dan sangat jauh dari jauh, hadirmu sungguh menyejukkan. Dan apabila masih ada yang berkata warna jingga ketika sore tiba itu adalah hal yang paling dinanti sekaligus dengan hadirnya sunset, maka engkau sungguh wanita yang selalu ditunggu kehadirannya dalam setiap waktu.
    Ibu, aku membencimu. Hanya itu yang bisa aku ungkapkan. Ketulusan kasih sayangmu terlalu besar, atau mungkin memang benar, Ibu adalah sinonim dari kata CINTA dan juga kata ganti dari KASIH SAYANG yang tulus. Aku malu padamu, Ibu. Aku hanya selalu merengek bahkan memarahimu dengan alasan yang tidak jelas. Aku membencimu karena engkau terlalu baik menjadi manusia, atau tunggu… engkau bukan sepenuhnya manusia, itu yang aku duga sejak lama. Engkau adalah penjelmaan dari bidadari surga yang tak bersayap yang telah Tuhan kirimkan bagi anak sepertiku.
    Teringat dengan beberapa hari yang lalu, ketika bapak jatuh sakit. Sangat jelas engkaulah orang pertama yang khawatir dengan keadaannya. Terlebih, saat itu bapak harus dilarikan ke rumah sakit. Kau berangkat di pagi hari menemaninya, sedang aku masih terlelap, tanpa tahu harus berbuat apa. Maishkah pantas aku disebut anak yang berbakti, Bu?
    Ibu, maafkan anakmu ini. Aku hanya bisa datang mengunjungi kalian ketika mentari berdiri tepat di atas kepala. Kau sibuk dengan segalanya sesuatu yang harus diurus saat itu juga. Mulai dari pendaftaran, persyaratan, hingga biaya yang harus dikeluarkan. Sungguh tidak aku duga, engkau sangat cekatan dengan semuanya. Engkau sudah berkemas dengan detail dari rumah, sejak subuh tadi; tak sedikit pun luput dari ingatanmu. Jangankan itu, perangkat solat saja sudah tertata rapi dalam tas yang sedang kau kenakan saat itu.
    Jika ada yang berkata superman adalah penggambaran dari seorang pahlawan yang sangat tangguh, tentu tidak akan ada apa-apanya denganmu, Ibu. Engkau begitu kuat dan hebat. Engkau wanita yang sangat tangguh. Engkau adalah wanita yang tak mengenal lelah. Bahkan sebelum kau berangkat mengantar bapak ke rumah sakit, telah engkau siapkan hidangan untuk aku lahap di meja makan. Lalu apa kerjanya anakmu ini, bu, yang hanya bisa menyusahkanmu saja. Aku tahu, engkau belum sedikit pun mengganjal perutmu dengan sesuap nasi. Aku mengenalmu sudah hampir 20 tahun lamanya. Selalu keluarga yang kau jadikan prioritas utama. Ketika kulihat ibu kurang sehat, Ibu tetap saja bekerja layaknya ibu rumah tangga pada umumnya. Ibu sebenarnya kau itu siapa? Begitu kuatnya dirimu menahan lelah.
    Kerut di kedua sudut pelipismu menandakan usiamu yang telah senja. Namun semangatmu melebihi anak-anakmu yang usianya terpaut jauh denganmu. Ibu, maaf, aku membencimu karena engkau terlalu baik kepadaku. Pernah aku dengar jika orang baik selalu meninggal lebih cepat. Aku tidak mau itu terjadi denganmu sebelum aku bisa membahagiakanmu. Aku ingin melihat air mata haru di kedua matamu yang teduh karena prestasiku. Aku ingin membuat ibu dan bapak bangga dengan tingkahku, entah dalam hal apa pun. Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Ibu. Tidak akan ada seorang pun yang sanggup menggantikanmu.
    Dua minggu lamanya kau menemani bapak di rumah sakit. Sedang aku hanya datang setelah selesai dengan aktifitas kuliahku yang kebetulan sedang ada UAS. Pernah suatu ketika aku mendapati ibu tertidur pulas dalam keadaan duduk di samping ranjang tempat bapak berbaring— yang juga sedang tertidur. Kulihat wajahmu menggambarkan keletihan setelah seharian penuh menemani bapak, sekalipun ada suster ibu selalu saja turut sibuk. Kupandang parasnya yang cantik lekat-lekat. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipi. Kuelus kepalanya yang tertutup kerudung berwarna merah yang tidak diganti-ganti sejak kemarin pagi. Ibu selalu sibuk mengurusi orang lain ketimbang dirinya sendiri. Beliau selalu menjadi orang pertama yang merasakan kekhawatiran bila diantara keluarganya sedang sakit.
    Aku menyesal ketika di suatu hari pernah membentaknya karena capek sepulang dari kuliah. Suaraku benar-benar mengagetkannya saat aku menjawabi pembicaraannya. Aku tahu, kala itu hati ibu terluka. Bagaimana tidak, beliau memintaku untuk makan siang bersamanya tetapi aku menolak dengan bentakan yang cukup kasar. Aku tahu ibu saat itu ingin menangis, matanya berbinar. Tetapi ibu adalah ibuku yang aku kenal. Dia tetap wanita tangguh yang jarang menunjukkan kesedihannya didepan kami: anak-anaknya. Selepas kejadian itu aku baru berpikir, betapa bodohnya aku. Ucapan lembut yang terlontar dari bibir tipisnya, malah aku tanggapi dengan perkataan yang tidak semestinya aku lontarkan.
    Namun lagi-lagi aku harus mengatakan bahwa aku membencimu, Ibu. Entah mengapa saat itu tidak kau balas amarahku yang tidak jelas itu, Bu. Kau hanya tersenyum kemudian berlalu. Bahkan engkau yang meminta maaf seolah ibulah yang melakukan kesalahan. Itu adalah pelajaran berharga, bu. Ibu tunjukkan kebesaran hatimu yang melawannya dengan kesabaran seperti sabarnya dirimu menanti Allah memanggilmu untuk pergi menunaikan rukun islam yang kelima.
    Satu hal yang selalu mampu membuat bulir air mataku mengalir. Ketika ibu menyaksikan tanah suci melalui televisi. Ya, hanya melalui televisi. Engkau selalu menitikkan air mata ketika menyaksikan ribuan orang yang menunaikan ibadah haji di tanah Mekkah. Dan saat menghadiri undangan tetangga yang akan berangkat haji, engkau berbisik penuh harap padaku.
    “Dek, kapan ya ibu bisa pergi haji, bareng Adek dan bapak,”
    “Pasti nanti waktunya giliran ibu tiba,” aku hanya menjawabnya singkat. Itu yang masih menjadi impian terbesarku sampai detik ini, Bu. Aku ingin sekali mampu membiayai ibu dan bapak untuk menunaikan rukun islam yang kelima itu. Setiap kali ibu berkata demikian, aku tidak mampu berkata banyak. Aku selalu berpaling dan berlalu meninggalkanmu. Aku hanya tidak ingin ibu melihat anak lelakinya menangis. Aku tidak ingin terlihat cengeng dihadapan kedua orangtuaku yang membesarkanku sejak pertama kali aku mengenal dunia.
    Ibu…
    Hanya kata maaf yang bisa aku  sampaikan padamu di hari istimewamu ini, tetapi bagiku, setiap hari adalah hari istimewa selama aku masih bisa melihat lengkungan senyum terindah di wajahmu yang menua. Ibu, sungguh tidak mampu aku membalas semua jasa-jasamu. Sekalipun Allah menghendaki aku untuk membiayai keberangkatanmu ke tanah suci, tentu itu tiada bandingannya dengan apa yang telah ibu dan bapak berikan kepadaku selama ini.
    Ibu…
    Dalam setiap waktu, selepas dari sujudku padaNya, selalu tak pernah luput aku selipkan doaku untuk ibu, bapak juga keluargaku supaya dikaruniai kesehatan. Aku selalu memohon pada Allah agar mengizinkan ibu dan bapak hidup lebih lama lagi denganku di dunia sebelum aku bisa menunaikan janjiku dalam hati untuk bisa memberangkatkan haji bapak dan ibu.
    Ibu…
    Mohon doakan juga, supaya kuliahku lancar dan sesegera aku bisa mencari biaya kuliahku dengan hasil jerih payahku sendiri. Malu rasanya bila masih terus-terusan ditanggung oleh gaji pensiunan bapak yang tidak seberapa. Aku tahu, tanpa diminta tentu ibu selalu mendoakan yang terbaik untukku.
    Tetapi sekali lagi aku memohon maaf padamu, bu. Aku harus berkata aku membencimu karena engkau terlalu baik dengan semua yang telah kau berikan kepadaku pun tanpa meminta pamrih atau balasan. Aku belajar ketulusan darimu. Aku belajar tentang arti sabar yang sesungguhnya. Aku belajar mengartikan kehidupan darimu, bu. Aku benar-benar berhutang budi padamu dan tidak akan mampu aku ganti. Sebab, kasih sayang serta ketulusan hatimu laksana air laut yang tak pernah surut, sedangkan balasan apa pun, sebesar apa pun dariku hanya ibarat jemari yang dicelupkan kedalamnya lalu ketika diangkat meneteslah air yang terbawa pada jemari itu, dan itu tidak lebih banyak dari apa yang telah kau berikan.
    Ibu, teruslah menjadi motivator hidupku. Tetaplah menjadi pelangi bagiku ketika badai besar menghantam.
    Ibu, teruslah engkau menjadi senja yang dinanti kehadirannya, pun jadilah hujan disaat kekeringan merengkuh hatiku yang lemah. Siramlah jiwaku dengan kata-kata penyejuk yang bisa menenangkan dari segala masalah yang aku hadapi. Ibu aku mencintaimu melebihi cinta itu sendiri. Aku menyayangimu melebihi kasih sayang itu sendiri, dan ibu, aku belum siap melepasmu sebelum aku bisa membuatmu bangga akan segala pencapaianku dan melunasi cita-citaku untuk memberangkatkan engkau haji ke tanah suci, Mekkah. Semoga saja Allah mengabulkan doaku, bu; segera… Aamiin ^_^

    Ruang Inspirasi, 22 Desember 2013
    ***
    Salam senyum, salam semangat^^
    FAM1198M, Cilegon.

    *Tulisan ini juga pernah di posting di laman cerpen Kompasiana: [Untukmu Ibu] Maaf, Aku Membencimu, Ibu...

    Continue Reading

    Eloknya senja mengiringi kepenatan di hari ini. Tugas yang menumpuk seakan hilang sejenak dalam benakku.
    Sudah lama rasanya aku tak mengunjungi tempat bersejarah ini. Bukan tentang kotanya, tetapi tentang tempat masa kecilku bermain dengannya. Ah, tidak semestinya aku mengungkit kisah ini lagi. Aku tidak mau merubah warna jingga-nya senja, dengan warna kelabu. Aku tidak mau kehilangan saat-saat mentari melambaikan cahayanya sebelum pergi hingga berjumpa esok harinya lagi, itu pun jika aku masih diberi kesempatan untuk menghirup udara yang gratis ini oleh Tuhan. Tak seorang pun yang mampu menghalau segala kehendakNya. Sebesar apa pun penghalangnya, takkan mampu merubah kuasaNya. Seperti kepergian Gilang lima tahun silam.
    ***
    “Cepat dibuka, aku penasaran, Rio!”
    “Kamu dulu aja, Lang. Aku masih belum siap,”
    “Bareng-bareng aja bagaimana? Kamu, mau ‘kan?” Kita menghitung bersama-sama. Di sudut ruang kelas paling belakang, kita merasakan hal yang sama. Deg-degan!
    Dalam hitungan ketiga, isi amplop putih yang baru saja dibagikan oleh para Guru kepada semua siswa-siswi kelas XII SMA PELITA 3, itu kami buka. Hanya berdua, aku dan sahabatku.
    Jantung memompa semakin cepat. Aliran darah seperti memuncak pada kepala yang mulai bercucuran keringat. Sebuah kertas putih yang terlipat rapih di dalamnya perlahan kita buka masing-masing. Kedua bola mata kita saling terpaut. Di antara keramaian yang ada, sejenak hening dalam daun telingaku. Mata kita berbinar sesaat setelah melihat hasil Ujian Nasional yang baru selesai sekitar dua minggu yang lalu. Kami belum melihat hasil jawaban satu sama lain. Namun, tatapan kita semakin kosong. Hingga lompatan secara serempak kami lakukan.
    “Horeee...!!! aku lulus!!!” sorak kita bersamaan. Airmata bahagia pecah, berbaur dalam alunan haru-biru perasaan. Selayang pandang, wajah teman-teman sekelasku pun berbinar sumringah. Sepertinya mereka merasakan hal yang sama dengan apa yang kita rasakan. Refleks kami saling berpelukan. Ucapan syukur tidak henti-hentinya bersenandung dalam bibir masing-masing.
    “Alhamdulillah, Lang. Kita lulus!”
    “Iya, Rio. Alhamdulillah,” senyumnya mekar di antara wajahnya.
    “Semoga, cita-cita kumelanjutkan ke Perguruan Tinggi ternama di Bandung bisa terwujud,”
    “.....”
    “Kalau kamu mau melanjutkan kemana, Lang?”
    Continue Reading

    "SEBUAH PERENUNGAN ATAS JATI DIRI BANGSA YANG HAMPIR  HILANG"



     




    Judul Buku                  : AIR MATA SANG GARUDA
    Kategori Buku             : Kumpulan Cerpen.
    Penulis                         : Ade Ubaidil
    Penerbit                       : Alif Gemilang Pressindo (AG Litera)
    ISBN                           : 978-602-7692-69-5
    Tahun Terbit                : Cetakan I Oktober 2013
    Jumlah Halaman          : 264 Halaman
    Harga                          : 53.000,-


    “Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati, airmatanya berlinang, mas intannya terkenang...”
    Masih adakah yang ingat akan lirik lagu di atas? Rasanya anak-anak sekolah sekarang sedikit sekali yang tahu bahkan mungkin tidak mengenal sama sekali lagu tersebut. Mereka kini lebih menyukai  lagu-lagi easy listening yang minim makna. Bahkan tak sedikit, sekarang ini remaja yang lebih menggandrungi lagu-lagu berlirik bahasa asing ditambah penampilan gaya berbusana penyanyinya yang sama sekali tidak mencerminkan kultur ketimuran. Tidak salah memang jika kita menguasai dan menyukai bahasa dan budaya asing, tetapi kalau sampai menggerus apalagi hingga menghilangkan jati diri bangsa, tentu hal itu menjadi sebuah hal serius yang musti mendapat perhatian banyak pihak.
    Jangan tanyakan apa yang sudah kita dapat dari negara ini, tapi tanyakanlah apa yang sudah kita berikan kepada negara ini. Begitu kira-kira kalimat yang sering saya dengar tatkala masih duduk di bangku sekolah dari guru-guru. Mereka memberikan wejangan agar kita selalu semangat dalam berjuang demi mengisi kemerdekaan bangsa ini, demi kemajauan negara yang terkenal dengan slogan gemah ripah loh jinawi.
    Memang benar bahwasanya negara ini sangat merindukan pemimpin yang berakhlakul karimah, pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan negeri ini menjadi sebuah negara yang serba maju, paling tidak rakyatnya makmur dan sejahtera. Bangsa ini begitu mendambakan sosok negarawan yang benar-benar mampu menyentuh hati rakyatnya yang sekian lamanya masih saja terpuruk ‘tak ubahnya tikus mati di lumbung padi.
    Jamrud Khatulistiwa begitulah istilah lain  yang sering kita dengar pada negeri kepulauan ini. Bahkan menurut lagu pun negara ini tak ubahya sebuah kolam susu yang identik dengan sesuatu yang menggiurkan. Namun alih-alih mendambakan sebuah kemakmuran dan kejayaan, pada kenyatannya masih sangat banyak ketimpangan di sana-sini. Tidak terhitung jumlah kaum marjinal yang kesehariannya sangat jauh dari kehidupan layak. Padahal seyogianya kesejahteraan adalah hak setiap warga negara.
    Belum lagi masalah sosial yang begitu banyak menghiasi pemandangan wajah renta negeri ini. Mulai dari penyakit birokrasi di kalangan elit. Mereka begitu piawai menyajikan dagelan tak lucu. Roda pemerintahan yang sarat dengan KKN hingga penyakit-penyakit masyarakat yang menjadi pekerjaan rumah tak pernah terselesaikan dan tak berkesudahan.
    Masyarakat tentu sudah tidak aneh lagi dengan pemberitaan maraknya penyebaran obat-obat terlarang di kalangan remaja dan anak muda yang sungguh sulit diberantas, prostitusi dan perdangan manusia, carut marut masalah Tenaga Kerja Wanita (TKW). Semua itu tentu banyak sekali faktor yang melatarbelakangi kelahirannya. Namun di antara banyak faktor itu tentu ada faktor utamanya yang nyata menjadi pemicunya. Apa lagi kalau bukan kemiskinan dan kemunduran akhlak.
    Bila rakyatnya sejahtera alias tidak miskin, mana mungkin terjadi berbagai tindak kejahatan dan kriminalitas yang terus meningkat jumlahnya. Belum lagi soal pengiriman TKI yang setiap tahunnya selalu menyumbangkan berita memilukan walau mereka berlindung di balik kedok penyumbang devisa negara.
    Bila bukan kehilangan jati diri, manalah mungkin para pemimpinnya selalu saja tanpa malu merampas hak milik rakyatnya. Mereka dengan pongah dan gagah menjarah uang negara milyaran hingga trilyunan rupiah. Sungguh sebuah konflik yang teramat pelik untuk dijadikan santapan sehari-hari rakyatnya.
    Hingga di antara kita banyak yang tidak sadar, bahwa di luar sana ada pihak-pihak yang ingin memecah belah negeri ini. Rasa kebangsaan dan cinta terhadap budaya bangsanya sendiri sepertinya kian memudar dan tenggelam di tengah kemajuan teknologi dan pembangunan infrastruktur serta gedung-gedung pencakar langit.
    Kita masih ingat betapa heboh dan membuat panas telinga ini, saat pemberitaan di beberapa media bahwa negara tetangga kita yang serumpun dengan terang-terangan tanpa malu mengakui kebudayaan kita. Mereka mengklaim bahwa lagu “Rasa Sayange” dari Maluku, “Reog Ponorogo”, dan sebuah tarian dari Bali adalah miliknya. Heh, sungguh lucu bukan?!
    Betapa darah ini bergejolak dan amarah menyala. Namun bila kita berpikir lagi, bagaimana kita tidak akan diinjak-injak bangsa lain? Jika kenyataannya saja dalam kehidupan sehari-hari, kita memang menjauhi bahkan seolah-olah malu dan gengsi untuk mengakui adat dan budayanya sendiri.
    Tak sedikit anak-anak muda kita lebih menyukai dan bangga dengan kebudayaan asing, karena orang tuanya sendiri tidak pernah mengenalkan dan mengajarkan kebudayaan nenek moyangnya yang nota bene merupakan warisan leluhur yang patut dijaga. Ditambah dengan minimnya perhatian pemerintah dalam hal melestarikan budaya negeri ini. Mereka seolah memandang sebelah mata para pelaku seni yang berusaha menghidupkan kembali dan memertahankannya untuk terus dicintai oleh bangsanya sendiri.
    Barulah kita merasa kebakaran jenggot saat hal itu muncul ke permukaan. Semua berteriak seolah-olah paling cinta pada negerinya. Halah....., aneh bukan? Sungguh ironis!
    Lalu, apa hubungannya pemaparan di atas dengan sebuah buku? Kiranya dua poin penting yang dipaparkan tadi (kemiskinan dan kehilangan jati diri) yang dijadikan fokus utama serta menjadi benang merah kisah-kisah dalam buku bernas ini. Ade Ubaidil, penulis muda penuh talenta mampu menghadirkan dan menyuguhkan sajian apik dan enerjik dalam merangkai kata dan kalimat indah. Dia begitu lugas mengangkat berbagai masalah yang berlatar belakang kemiskinan dan kemunduran akhlak bangsa ini dengan bumbu-bumbu konflik yang mudah dicerna.
    Kita akan tersentak setelah membaca Buku “Air Mata sang Garuda” ini. Buku ini saya kira berhasil membuka mata hati setiap pembacanya. Penulisnya berhasil menyintir telinga sekaligus menyindir para pemilik negeri ini. Ade Ubaidil bisa jadi sebagai seorang pemuda yang memiliki jiwa peka terhadap berbagai realitas sosial di negeri yang kaya dan melimpah akan sumber daya alamnya. Di usia belianya, dia mampu memotret berbagai kisah yang menggugah pembacanya untuk tercenung dan merenung, sejauh mana kita mencintai negeri yang sepertiganya adalah lautan, serta elok akan berbagai wisata alamnya.
    Buku sastra yang berisi duapuluh cerpen ini teramat sayang untuk dilewatkan. Bila lebih jauh lagi, buku ini sarat dengan kepiawaian penulis dalam menyajikan tema yang beragam. Mulai dari ketulusan persahabatan (Laut Senja), keteguhan meraih ilmu dan cita-cita (Wisudawan), cinta yang tulus (Rinai di Bawah Halte Bus, Terima Kasih Monita), eksploitasi keindalan (Undian Cinta di Pulau Dewata), dan tentu saja kisah yang sangat mengispirasi tentang kaum marjinal serta menumbuhkan rasa cinta pada sesama, terhadap kebudayaan dan tanah air dalam “Air Mata sang Garuda”.
    Serta kisah-kisah menarik lainnya yang disajikan dalam berbagai alur serta ending kisah mengejutkan serta memikat dalam kisah-kisah memukau lainnya, yaitu: Hikmah, Aku Mencintaimu Karena Allah, Cahaya Permata, Aku Dilema, Tuhan! Haruskah Aku Bahagia? Dusta 02 Oktober, Kecil-kecil si Cabe Rawit, Lambaian Kerudung Ibu, Ketika Pagi dan Petang Dia Menghilang, Sepenggal Kisah Sang Pewarta, Gadis Berparas Sendu, Letupan Jiwa, Kado Terindah, Aku Pantas Menjadi Penghuni NerkaMu, Ya Allah.
    Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelebihannya, buku ini menjadi sebuah alternatif bacaan yang mampu menjadi warna bagi pelangi sastra serta dunia literasi negeri ini. Ade Ubaidil telah ikut serta menyumbangkan sesuatu yang penuh arti bagi bangsa ini. Semoga penulis enerjik ini akan selalu mampu menyajikan berbagai kisah menarik lainnya yang menjadi bahan perenungan para pembacanya.
    Lebih jauh lagi, semoga negeri ini akan terus melahirkan penulis-penulis handal yang mampu membangkitkan harapan demi kemajuan dan kejayaan bangsa besar ini. Semoga Ibu Pertiwi tidak akan lagi bersusah hati dan sang Garuda tidak ‘kan pernah menangis kembali.
    Wallahu a’lam bishawab[]
    Cianjur, 15-4-2014
    Peresensi: Dedi Saeful Anwar
    source by: http://dedisanwar.blogspot.com
    Continue Reading
    Hihihihi covernya unyu-unyu

    Karya antologi pertamaku yg akan berjajar di semua toko buku Indonesia *alhamdulillah. terima kasih juga mimin Penerbit DIVA Press^^
    Oke deh, yang mau belajar n dapet pengalaman tentang para jomblo yang istiqomah, mari pesan buku ini, di dalamnya terselip karyaku lho, curhatannya aku dapet dari Muhammad Sigit Morreno Sasongko yang sekarang udah nggak jomblo lagi XD ‪#‎dafuqqq‬
    follow juga: @ade_Quadraterz =D

    ‪#‎Antologi‬ ‪#‎JombloIstiqomah‬ ‪#‎Ping‬!

    Harga: Rp 38.000

    Sinopsis:
    Cukup bagiku Allah. Tugasku adalah menjaga diri dari hubungan yang haram. Single, jomblo, nggak pakek pacaran, nggak pake TTM-an, dan kawan-kawannya. Sesungguhnya, kita tidak pernah sendiri, Allah selalu menemani, mendampingi kita. (@ratih_yusuf)

    Tuhan, aku mencintainya. Aku hanya ingin dia, aku tak ingin yang lain. Bolehkah aku memohon pada-Mu, izinkan dia yang kelak datang menemui kedua orang tuaku, menuturkan salam penghormatan dan menghaturkan hasrat tuk mempersuntingku. (@cha_dwy)

    Perlahan, mataku menutup. Rasa kantuk membawa imajinasiku terbang ke alam mimpi bersamaan dengan doa dan harapan panjang. Berharap pagi esok tak ada lagi kegundahan, yang ada hanya semangat juang. (@vhie_vina)

    Inilah suara-suara hati yang terkumpul dari lomba menulis #CurhatJombloMintaJodoh

    Pemesanan online hubungi Nita 0818 0437 4879
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar

    (AG Publishing | 204 halaman | Rp75.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telat Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: SAHUT KABUT

    (Indonesia Tera | 160 halaman | Rp. 60.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PESAN SEKARANG]

    Pengunjung

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Pre-Order Perangkap Pikiran Beni Kahar

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ►  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ►  May (4)
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (38)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (9)
      • ►  November (15)
      • ►  December (4)
    • ►  2024 (3)
      • ►  January (1)
      • ►  March (2)
    • ▼  2025 (1)
      • ▼  January (1)
        • Kumpulan Cerpen: Perangkap Pikiran Beni Kahar (AG ...

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top