[Catatan] Sewindu Berkarya; Kilas Balik Perjalanan Kepenulisan Ade Ubaidil

December 11, 2020

 

Sewindu sudah saya bergelut di dunia kepenulisan ini. Beragam karya telah berhasil saya tuliskan. Banyak sekali orang yang berjasa selama saya berproses meningkahi anak tangga kekaryaan. Saya tak bisa menyebutkan satu per satu lantaran terlampau banyak, yang jelas siapa pun yang pernah berbagi pengetahuan hingga hari ini, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semua ini baru awalan. Setelah saya menyelami lautan aksara, ternyata terlampau dalam dunia kesusastraan ini, dan saya masih berada jauh di permukaan, dengan buih-buih yang sesekali lenyap tersapu angin. Saya tak ingin menjadi bagian dari buih-buih itu. Saya ingin menjadi ikan, pasir, terumbu karang, bahkan air laut itu sendiri. Saya ingin menghasilkan karya yang indah, yang bisa dinikmati oleh mereka para pembaca setia.

Melalui tulisan, pikiran saya bisa merasa merdeka. Menulis juga bagi saya bisa sebagai terapi ketika ada perasaan yang sulit diungkapkan secara lisan. Maka setelah 8 tahun berkarya, saya tak akan pernah berhenti menulis. Banyak hal yang mesti saya selesaikan, banyak hal yang mesti saya tuliskan....

Mari bertualang di rimba kata-kata!

* * *

BUKU PERTAMA

Saya hampir tak boleh mengikuti pelatihan menulis lantaran pernah memberikan buku ini ke salah seorang mentor.

“Kamu udah bisa nulis, kenapa ikut kelas ini,” katanya. Saya tersipu malu, bukan karena saya merasa jago, tapi saya menulis buku ini secara otodidak, belum paham benar tentang teori kepenulisan. Selain itu, alasan saya mengikuti kelas menulis bukan hanya untuk belajar menulis, tetapi ingin mencari teman menulis. 

Saya lahir dan besar di Cilegon, tahun 2012 saat itu saya tidak tahu ke mana harus belajar menulis. Semuanya saya pelajari dari media sosial, saya tergabung di beberapa grup kepenulisan. Tapi rasanya kurang, saya ingin bertemu teman menulis yang bisa dan mau mendengarkan ide-ide saya. Kau tahulah, ketika saya membicarakan hal itu ke orang-orang yang tidak gemar membaca dan menulis, percuma saja. Sama seperti sebagian besar kawan-kawan saya di kampus. Mereka sering menganggap saya meracau dan mengkhayal.

Karenanya, setelah menemukan Komunitas Rumah Dunia, saya tak lagi merasa menjadi penyihir aneh di antara muggle-muggle di sekitar saya. Dan seorang mentor yang saya sebutkan di atas, dialah Gol A Gong. Guru kehidupan saya di komunitas itu.

Fun Fact: Buku pertama ini menginspirasi saya untuk membuat perpus pribadi yang saya kelola di samping rumah, namanya “Rumah Baca Garuda”. Alasannya simpel; agar saya bisa mendapatkan teman berdiskusi. Kalau sesuatu belum ada di lingkunganmu, bukankah itu artinya kamu yang harus menciptakannya?

* * *


BUKU KEDUA

Menulis bukan pekerjaan yang mudah. Begitu juga pekerjaan lainnya. Maka bila kamu berpikir perjalanan karier kepenulisan saya mulus-mulus saja, tentu kamu salah besar. Novel ini adalah buktinya. Saat pertama kali jadi draft, saya ikutkan ke ajang lomba. Saya berharap sekali menang, tapi sebagaimana kita tahu kemudian, sesuatu yang pertama kali dibuat, seringkali hasilnya tak pernah bagus. Saya kalah di lomba itu. Saya down dan merasa gagal menulis novel.

Namun, saat saya baca ulang, ternyata betapa berantakannya draft novel itu. Logika cerita yang masih belum utuh, dan kesalahan penulisan di sana-sini. Karenanya menulis bukan pekerjaan mudah. Usai dituliskan, tugas berikutnya kita mesti mengendapkan karya itu. Barulah masuk proses editing. Setelah melewati semua prosesnya, barulah saya kirimkan ke penerbit. Dan setelah penantian panjang, novel ini terbit di salah satu penerbit besar di Indonesia. Naskah saya lolos dan dicetak ribuan lalu menyebar ke toko buku seluruh nusantara.

Betapa semua perjalanan berkelok-kelok itu terbayarkan. Apresiasi dari kawan-kawan berdatangan. Media sosial saya penuh dengan mention dari mereka yang berfoto di toko buku di kotanya. Dan di sanalah kepuasan penulis muncul. Rasa penasaran timbul untuk terus berkarya lebih baik lagi dan melahirkan karya-karya berikutnya.

 * * *


BUKU KETIGA

Ini buku paling istimewa. Saya akan membahasnya singkat saja, karena cerita lengkapnya ada di pengantar dalam buku ini. Suatu kali saya dihubungi Pengurus Yayasan kampus saya. Ia mengajak bertemu dan makan bersama. Ia mengapresiasi buku-buku saya sebelumnya. Pertemuan yang hangat. Kami berbincang-bincang mengenai banyak hal. Sampai di satu obrolan, saya mengatakan sedang menyiapkan buku kumpulan cerpen. Belio bersedia atas nama kampus untuk menerbitkannya. Dan setelah pertemuan itu muncullah buku ini. Semua biaya ditanggung olehnya, dan hingga hari ini, sisa-sisa bukunya bisa kamu dapatkan di toko buku kampus saya.

* * *

BUKU KEEMPAT

Buku ini eksklusif sekali. Tidak akan kamu temui di toko buku online maupun offline. Buku ini lahir setelah saya termasuk dalam 100 pegiat taman bacaan masyarakat study banding ke Singapura. Kami terpilih sebagai peserta bimbingan teknis vokasi menulis Kemendikbud RI.

Selama kurang lebih seminggu di sana, kami diminta menuliskan pengalamannya berupa karya fiksi maupun nonfiksi dalam bentuk buku. Maka terbitlah buku ini. Kamu bisa mengaksesnya dengan cara langsung menghubungi Kemendikbud RI, sebab buku ini tidak diperjualbelikan~

* * *

BUKU KELIMA

 Sebetulnya inilah novel pertama yang saya tulis di laptop. Namun tidak kunjung menemukan jodohnya. Setelah saya posting beberapa bagian babnya di Wattpad, salah satu platform digital, barulah ada seorang pemilik penerbitan dari Kalimantan yang meminangnya untuk diterbitkan.

Bagi kamu yang berpikir tak pernah bertemu dengan jodohmu, belajarlah dari perjalanan buku ini. Sesungguhnya semua sudah ada pasangannya masing-masing, yang berbeda barangkali belum ketemu saja. Atau mungkin belum dilahirkan hehe... canda yaela~~

* * *


BUKU KEENAM

Sebelum buku ini terbit, beberapa cerpennya saya kirimkan ke Ubud Writers and Readers Festival 2017. Siapa kira, ternyata saya terpilih bersama 15 penulis lainnya dari berbagai daerah di Indonesia sebagai penulis emerging.

Setelah itu, manuskrip cerpennya saya kirimkan ke penerbit. Syukurlah, tak butuh waktu lama, dengan kebaikan hati pemilik penerbit, naskah saya diterbitkan dan sempat saya bawa ke acara UWRF di Bali. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi saya. Salah satu pencapaian tertinggi di dunia kepenulisan.

* * *


BUKU KETUJUH

 Tinimbang cerpen-cerpen lain di buku sebelumnya, saya menulis cerpen yang rata-rata bertema realis dalam buku ini. Saya diperkenankan oleh penerbit untuk terlibat dalam konsep cover dan bentuk fisik buku yang lebih kecil dibanding buku lainnya. Saya memang ingin bentuknya seperti buku saku yang mudah dibawa ke mana-mana tanpa banyak makan tempat.

* * *


BUKU KEDELAPAN

Untuk pertama kalinya saya menulis novel keroyokan. Ditulis oleh tujuh orang yang menamai kelompoknya Pitulis. Buku yang lahir atas kerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dalam suatu acara yang diselenggarakannya.

Perjalanan buku ini lahir ke bumi penuh liku, onak berduri, dan tentu saja penuh drama. Namun akhirnya terbit juga. Saya yakin suatu saat buku ini akan dialihwahanakan ke media film atau webseries. Ceritanya memang sangat filmis dan cocok untuk diaudiovisualkan. Semoga saja suatu hari.

So, setelah membaca ulasan singkat soal sejarah masing-masing buku ini, buku mana saja yang sudah kamu miliki dan kamu baca?

Bersiaplah, tahun depan buku baru saya akan terbit. Ayo nabung!




You Might Also Like

0 komentar