Pages

  • Home
  • Privacy
  • Sitemaps
  • Contact
  • About Me
facebook instagram twitter youtube

Quadraterz.com

    • My Book
    • Cerpen
    • Novel
    • Esai
    • Puisi
    • Buku Antologi
    • Ulasan
    • Media
    • [Self-Depression]
    • Rumah Baca Garuda
    image by: klik

    PERTEMUAN KEDUA

    Kita merebah lelah—dua jam meningkahi jejak yang tak lagi sama
    kupejamkan mata dan dunia terlipat di dalamnya; aku menyerah!
    Kau..., kau masih terjaga
    menatap keluar jendela; menelan jelaga masa silam
    hujan merebasi sudut pelupuk matamu, kini—bibirmu mencerecap dalam
    dan getar hinggap di jemarimu yang sunyi.

    Roda bus kembali bergerak
    meninggalkan halte yang berderak
    dari sengau musisi jalanan yang baru saja pergi
    dan menanti bus lainnya singgah lagi.

    Kita masih beradu bahu
    sesekali mencuri mata satu-satu
    sementara bisu masih merajai waktu
    tigapuluh enam purnama lalu; saat kugenggam jemarimu,
    kau mengepalnya erat—sayangnya tidak di senja ini.

    Kau tahu,
    pertemuan selalu berkawan dengan perpisahan
    seperti dua sisi jendela bus yang kepalamu sandari itu
    ia mengembalikan rupa yang sama laksana kenangan
    yang melekat. Dan waktu menghendaki kita bertemu kembali
    dengan ingatan yang sulit dijauhi.

    Bila tebalnya rindu adalah mantel di musim dingin
    maka kehadiranmu adalah tubuh gigil yang butuh dihangatkan.

    Cilegon, 24 Oktober 2015


    HUJAN YANG SINGGAH DI WAJAH

    Dua blok dari sini kau akan turun
    mungkin berusaha melupakan dua jam lebih yang sia-sia ini
    namun, aku akan tetap mengatakan hal yang sama
    seperti masa-masa indah sewaktu jemari kita saling mengisi.

    “Beri aku pelangi setelah hujan di wajahmu,”—itu kalimat yang lahir (dan terakhir); ketika tak sengaja aku menanam luka di hatimu
    kemudian kau menoleh dan memberiku senyum getir.

    Tetapi, baru saja, saat kau melangkah keluar dari bus, suaramu memecah hening:
    “Aku hanya memiliki satu pelangi,—” katamu berwajah redup.
    Aku tersenyum, kukira kau telah menaruh titik
    Sayangnya jeda itu hanya memberimu waktu untuk menghela napas,
    lalu kau melanjutkan, “dan pria di rumahku sedang menantikannya.”
    Hati ini terenyak-hancur!
    Mendadak hujan berpindah di wajahku.
    Ah!
    Cilegon, 24 Oktober 2015


    ADALAH DIRIMU

    Puisiku terlahir dari kecemburuan pada
    : cericit camar di dahan pohon,
    kemesraan hutan dengan hujan,
    dan deru pesawat diteriaki riang bocah.

    Kecemburuanku bermula dari ketiadaan
    : tentang bahu tegap ketika kaki bergetar-gamang,
    tentang jemari lembut ketika ucapan berwujud airmata berlinang,
    dan tentang tubuh hangat ketika dunia memaksaku setegar karang.

    Ketiadaanku adalah dirimu
    : dirimu.

    Cilegon, 28 Oktober 2015.



    UNTUK APA KITA BERJUMPA?

    Lantas kita menjadi semasing
    yang melupa
    di keriuhan masa, tegur-sapa
    dipecundangi telepon genggam
    : kata-kata, suara-suara, gambar-gambar
    imotikon menjelma rupa

    Lantas kita menjadi semasing
    yang melupa
    kehangatan cengkerama menguap
    ke udara, terperangkap
    lalu-lintas jaringan awan
    yang tak lagi menurunkan hujan

    Lantas kita menjadi semasing
    yang melupa
    untuk apa kita berjumpa?
    Cilegon, 05 April 2016




    AKU ADALAH SEPASANG KAKI KECIL

    Kita berada di tengah tanah lapang
    sepasang kaki itu adalah aku
    yang berlari mengejar bola.

    Banyak kaki dengan beraneka rupa
    menuju benda bulat yang sama
    sedang aku hanya kaki kecil
    yang sering terantuk batu.

    Rumput, semak-belukar
    adalah rintangannya jua.

    Aku masih berlari di bawah terik mentari
    sepanjang hari-sepanjang musim
    hingga Desember datang lagi.

    Camar serta manuk Gereja
    adalah tim hore pelipur lara
    bercericit mengiringi permainan.

    Ya, permainan.
    Hidup adalah permainan.

    Kau adalah bola sepak
    kalau sampai aku berhasil merengkuhmu
    tak ‘kan kubiarkan kaki lain menerjang.

    Kupertahankan bola itu
    sampai menembus tiang gawang
    lalu kau kan ‘kuajak pulang
    kupinang-kucumbu; bak pemenang meraih trofi
    dan kita membangun mahligai
    di kala tahun telah berganti.
    Cilegon, 24 Oktober 2015.
      



    MENYEPUH TANAH

    Angin mengerati daun dari dahan pohon yang resah
    perlahan satu per satu gugur ditimang tanah
    buah-buah yang matang tidak sempurna serta tunas muda
    pasrah diinjaki kuasa kaki manusia pelaku cela-duka.

    Lantas perlawanan pribumi datang
    yang di hari kemudian berjuluk pahlawan
    bambu-bambu yang tumbuh di rimba menjadi saksi
    kemenangan tahun-tahun silam—yang entah kini
    masih pantaskan dikatakan demikian?

    Merah menyepuh tanah
    sukma kembali ke ribaanNya
    tubuh-tubuh kosong bergelimpangan
    berselimut daun-daun kering
    sekering harapan kami; kini.
    Cilegon, 10 November 2015


      
    MERINDUMU

    Kita adalah genangan
    hujan yang terinjak; memecah-sesak.
    Cilegon, 2015







    Continue Reading

    source image by: klik
    Barangkali Santiago tengah
    terduduk di jembatan kayu,
    di ujung pikirannya.
    Mengayun-ayunkan kaki bersamaan
    dengan bocah lelaki di sebelahnya.
    Ia meneguk bir kaleng sedang
    Manolin, bocah itu, menyesap soda
    yang sama dinginnya. Tenang mendengarkan
    kisah yang terus diulang-ulang soal
    singa di Afrika; sesekali diselingi
    perdebatan tentang tim bisbol terkuat
    dalam Liga Amerika.

    Lalu langit senjakala
    karang, ombak dan lompatan lumba-lumba
    tak lebih dari siluet para pemaki di pesisir.
    Buku tua yang digemari wanita tua itu—yang entah sudah
    bilangan ke berapa dibacanya, juga hampir
    dihafalnya walau beberapa
    tulisannya karam atas air asin
    —seolah menjelma lelaki
    dengan mata tajam-menghunjam.

                 “Jangan sekalipun berpikir kau pantas disebut Salao!*”
                 —buku itu bicara meski tiada suara.
    Wanita tua yang duduk di ujung sampan
    meremas dayung erat-mengerat
    bibirnya bergetar-gentar dan memaksa menjawabi
    imajinya sendiri.
                  “Kalau bukan begitu, lantas apa?
                  Aku sudah lelah-menyerah menanggung derita-usahamu.”

                  “Berhenti bicara begitu. Andai aku masih—”
    belum usai pangkal kalimatnya mengalir
    wanita tua itu berdiri mengentak.

                  “Andai kau masih apa? Hidup? Begitu?”
    katanya seolah buku yang tergeletak itu
    adalah suami yang dahulu dicintainya
    yang belum rela ia lepas kepergiannya.
                  “Kau tak lebih baik dari Santiago Si Lelaki Tua malang itu
                  kau lebih menyedihkan, memilih melompat dan menyerah pada lautan,”

                              ...tak ada yang pantas dibanggakan, hatinya lemah melanjutkan.

                 Tiba-tiba kembali di telinganya terdengar
                 suara bom ikan milik cukong bersahutan.

    Santiago beserta Manolin pergi
    menyeberang dari pikiran ke pikiran
    para istri nelayan yang ditinggal
    mati suaminya. Keduanya mengabarkan
    bahwa hidup sangat sederhana untuk dijalani
    dan dipilih

    : berlayar mengikuti arus
    atau belajar melawannya.

    Gaduh tabuh beduk subuh
    para pelawat berkumpul-riuh
    di rumah kayu yang tak lagi
    berpenghuni.
    Cilegon, 24 Desember 2015


      *) Salao bermakna sebuah keadaan terburuk dari ketidakberuntungan—istilah yang dikutip dari novela berjudul, “The Old Man and The Sea (1952)” karangan Ernest Hemingway.


    Continue Reading
    Gerbang pintu masuk madrasah Al-Jauharotunnaqiyyah Cibeber

    MARILAH MEMBACA!

    Akhir-akhir ini di negara Indonesia mulai mendapat banyak keresahan, semisal masuknya Agama-agama “baru”, paham agama tanpa Tuhan (atheis), issue menghalalkan pernikahan sesama jenis, saling bermusuhan antar pemeluk agama dan lain sebagainya. Bila mengerucutkan pembahasan, saya ingin bicara soal Cilegon. Sekarang di Kota Cilegon perlahan-lahan warga asing, tenaga kerja perusahaan-perusahaan besar mulai berdatangan. Tentu ini bisa dikatakan mengkhawatirkan. Bukan karena kita tidak welcome, hanya saja, pendidikan agama dan moral pribumi sendiri masih dikatakan belum kokoh. Kedatangan mereka, sekalipun tidak bermaksud membawa “misi” tertentu selain bekerja, kita tetap saja harus mawas diri. Bukan berarti mengajarkan berprasangka buruk, saya hanya mengajak pribumi Cilegon untuk bersetia mengaji, memperdalam ilmu agama sejak dini pada guru dan kesepuhan yang ahli di bidangnya dan tak lelah berbagi ilmu satu sama lain.

    Anak-anak serta remaja sekarang ini bisa dibilang cepat dewasa sebelum waktunya. Sebagian besar bisa disimpulkan mereka sudah pernah mencoba menghisap rokok; berawal dari gaya-gayaan yang pada akhirnya menjadi kebiasaan. Ini hal kecil, tetapi bila tak belajar untuk menahan diri dari hal-hal yang negatif maka ke depannya akan mudah sekali terbujuk dan kena hasutan, tanpa mau meninjau lebih jauh tentang sesuatu, baik dan buruknya. Banyak penelitian-penelitian barat kontemporer menyimpulkan kalau mengonsumsi alkohol itu baik, misal. Lalu mereka menjabarkan contoh-contoh yang terjadi, bahwa orang-orang yang gemar membunuh, memperkosa dan melakukan tindak kriminal bukan karena mengonsumsi alkohol atau hal-hal yang diharamkan, tetapi karena angka pengangguran, keturunan dan segala macam. Bahkan mengambil contoh begini, “Di Afganistan dan Pakistan alkohol dilarang, tapi perkosaan masih ada dan tinggi”.
    Padahal pelarangan itu bukan semata karena bila A maka B, tetapi kita selaku makhluk ciptaan Allah SWT, harus menuruti segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Sudut pandang lainnya ini bicara soal kepatuhan, sejauh apa kita sebagai hamba menuruti perintah Allah? Tanpa perlu mendebat dan mempertanyakan? Ini bukan soal kritis atau tidak, karena hal ini jelas-jelas termaktub dalam Alquran dan penjelasan dalam Hadist Nabi Muhammad SAW.

    Orang-orang "pintar" itu, menjungkirbalikkan hal-hal yang sudah jelas-jelas dilarang agama dan negara. Sebisa mungkin, dengan "kepintarannya" ia mengambil banyak contoh yang terjadi di negara lain tanpa melihat dari berbagai sudut pandang, yang konon menurutnya bahwa aturan-aturan agama dan negara harus ditinjau ulang, keputusan Tuhan digugat; apalagi para Nabi dan Ulama. Lantas perlahan satu per satu orang dengan kedangkalan iman dan pengetahuan agama yang rendah memercayainya, menyebarkan ucapannya dan saling bertukar anggukan; ya, agama baiknya dihapuskan, tanpa agama manusia pun bisa bahagia, bisa hidup dan menghidupi. Saling jaga, saling sayang dan tak kan ada lagi peperangan dan penghancuran. Astagfirullah.

    Dunia kian renta, satu per satu, bila sama-sama diperhatikan, para ulama dan pewaris para Nabi telah wafat meninggalkan dunia. Ada apakah ini? Bukankah bila begitu kita mesti was-was? Apalagi pesantren-pesantren membuka diri untuk hal-hal yang"terlalu" duniawi--sebagiannya terang-terangan mau ditelusupi dunia politik--yang menurut saya bukan tempatnya dan tidak selayaknya. Ketakutan-kekhawatiran ulama serta para kiyai zaman dahulu tak ada salahnya. Mereka lebih menginginkan kita "ngerakse awak", menjaga diri dari hal-hal yang lebih banyak mudharatnya tinimbang manfaatnya. Bukan karena apa, sebab hari-hari ini, di hari-hari depan, orang-orang "pintar" itu mulai bermain siasat. Mereka perlahan-lahan membisikkan bahwa agama mengajarkan penghancuran. Na'udzubillah.



    Mari temui ulama sungguhan saat mencari rujukan soal pengetahuan ilmu agama, jangan hanya mnegandalkan petuah Kiyai "google" atau orang yang diragukan soal pengetahuan agamanya. Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita banyak membaca, kritis pada hal-hal yang mengganjal, bertukar pendapat dan saling diskusi sangat dianjurkan. Bukan saling hujat dan menjatuhkan sesama.

    Beruntungnya, Alhamdulillah, di Cilegon madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah masih mau mengajarkan ilmu Agama. Hanya menyebut satu contoh, hari ini, tanggal 04 Mei 2016, di Madrasah Al-Jauharotunnaqiyyah Cibeber sedang melangsungkan kegiatan agenda tahunan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Isra Mi’raj Nabi besar Muhammad SAW-- dan masih akan berlangsung hingga besok, tanggal 05 Mei 2016.
    Budaya membaca, menghafal, memahami teks secara kontekstual masih diajarkan. Lalu menyiarkannya, menyampaikan kisah-kisah dari kitab Ad-Dardir. Ini patut dilestarikan dan terus diwariskan ke anak cucu hingga nanti. Tentu banyak sekali manfaat yang akan diperoleh. Sekolah mengundang keluarga dari masing-masing siswa untuk datang dan menghadiri acara, mendengarkan anak-anak mereka menyiarkan agama Islam, perlahan namun pasti. Cilegon adalah kota Santri. Maka kegiatan ini harus dijaga sampai kapanpun.
     
    Salah satu siswa madrasah tengah berdakwah, dan disawer oleh keluarganya

    Ada pula apresiasi berupa hadiah bagi siapa siswa yang bisa menyampaikan syiar dengan baik. Tak ada salahnya melombakan hal-hal baik, fastabiqul khairot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Tak lupa pula tamu undangan dan orang-orang terpandang di Banten diundang dalam acara tersebut, salah satunya bapak Walikota Cilegon, Bapak Iman Ariyadi, namun sayangnya, seperti tahun-tahun sebelumnya, beliau selalu tidak memiliki kesempatan untuk menghadiri acara, memotivasi siswa-siswi. Barangkali ada hal yang lebih penting dari ini, doakan saja semoga ia dan keluarga baik-baik dan sehat selalu. Yang jelas, hadir tidaknya beliau, acara tetap semarak dan penuh kebahagiaan. Kembalikan identitas Cilegon seperti dahulu.

    Jagalah diri kita baik-baik dari hal-hal negatif dan ajak serta ingatkan orang-orang untuk selalu berpolah-laku positif dalam segala hal. Keluarga, kerabat, teman harus saling tegur dan mengingatkan. Maka mari perbanyaklah Iqra’, membaca; membaca buku, kitab suci, keadaan, lingkungan dan alam raya.(*)



    Selamat memperingati Hari Besar Islam, Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW 1437 H.

    Cilegon, 04 Mei 2016.


    Penulis
    Ade Ubaidil, alumni Madrasah Aliyah Al-Jauharotunnaqiyyah Cibeber tahun 2011-2012.


    Continue Reading

    Poster FILM MARS

    Kemarin malam, 2 Mei 2016, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, saya mendapatkan kesempatan menghadiri gala premiere film Mars: Mimpi Ananda Raih Semesta di Plaza Senayan, Jakarta. Memakai pakaian sesuai dress code yang tertera di undangan, yakni baju batik, saya pun berangkat dari rumah dengan berpakaian batik. Tibalah di Plaza Senayan usai azan Magrib. Acara dimulai pukul 20.00 WIB. Sejak dari pintu masuk, berseliweran orang-orang yang saya temui memakai baju batik. Jadi tak begitu sulit bagi saya untuk mencari di mana posisi studio XXI yang akan menayangkan film tersebut, karena ini kali pertama saya mendapatkan undangan khusus dan berkunjung ke Plaza Senayan.

    Saat sudah di P3, lantai di mana film akan diputar, tampak berdesakan tamu undangan memenuhi ruangan XXI. Sebagian besar memang yang berniat hadir menonton pemutaran pertama film tersebut. Banyak sekali saya temui kawan reporter dan wartawan dari tivi lokal hingga nasional. Sebelum pemutaran film, ada sesi wawancara terlebih dahulu. Tampak di sana cast film hadir, seperti Acha Septriasa, Kinaryosih, Tenku Rifnu, Chelsea Riansy, Kholidi Asadil Alam, dan lain-lain. Usai pers-confrence, ramai-ramai pengunjung menukarkan undangan dengan tiket masuk ke studio 2, di mana film Mars akan ditayangkan. Bangku-bangku secara singkat terisi penuh, saya mendapat undangan VVIP tetapi tak ada waktu untuk mengurus itu, saat menemukan kursi yang kosong lekas saja saya tempati. Film diputar, kami menonton bersama all cast film dan crew, juga sutradara sekaligus produsernya. Siapa lagi kalau bukan Sahrul Gibran, putra Banten.
               
    Mengenal geliat sineas Banten                        
    Pemuda kelahiran Panggarangan, Bayah, 13 Januari 1989 ini, siapa sangka telah menggegerkan dunia perfilman nasional, terlebih di daerah kelahirannya, Banten. Sejauh ini, bila bicara  filmmaker di Banten, baru mencuat nama Darwin Mahesa, sutradara muda dan pendiri komunitas film Kremov Pictures. Bila lebih ingin lengkap lagi menyebutkan, anak muda ini adalah jebolan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Seakan dari kampus-kampus lain gaungnya kurang terdengar bila membahas soal film. Tetapi, Mars yang akan tayang besok, 4 Mei 2016 serempak di seluruh bioskop Indonesia adalah karya putra Banten dan mahasiswa di Universitas Serang Raya (Unsera). Ini membuktikan bahwa masih ada harapan baik soal geliat film di Banten, yang muncul dari kampus selain Untirta. Tentu tak bermaksud membanding-bandingkan satu kampus dengan kampus lainnya, justru saya hanya hendak memberitahukan bahwa ini adalah kabar yang menggembirakan. Ini adalah gebrakkan yang harus sama-sama kita buat ramai. Tak ada lagi bendera kelompok, kita satu. Kita adalah Banten.

    Bila membahas perjuangan keduanya untuk mereguk kesuksesan, tentu akan sangat panjang sekali. Saya hanya berusaha kembali mengulang dan mengulang, kalaupun memang sudah pernah ada yang menyampaikan. Kita, sebagaimana warga Banten, dipimpin oleh seseorang yang memiliki latar belakang dari dunia perfilman. Tak perlu lagi disebutkan satu per satu judul film apa yang pernah digarap dan dibintangi oleh Gubernur Banten, Rano Karno. Kita perlu terus mengangkat perkembangan berita ini, karena siapa tahu, Banten akan dikenal sebagai provinsi yang memiliki sineas-sineas muda berbakat.

    Perlunya campur tangan pemerintah tentu sangat diharapkan. Kita bukan seharusnya lagi bermain di wilayah sendiri, wilayah nyaman kita. Masih ada tingkat nasional dan internasional yang harus dikejar. Sebagaimana film Mars, pesan dari film ini hendak menyampaikan bahwa segala cita-cita besar patut diperjuangkan. Sekalipun harus rela mengorbankan hal-hal yang kita sayangi.

    Kisah perjuangan meraih semesta
    Tokoh Sekar Palupi, yang diperankan oleh Acha Septriasa (ketika beranjak dewasa), menggambarkan perjuangan seorang anak kampung yang memiliki keinganan kuat untuk terus bersekolah, sekalipun para tetangga mengolok-olok impiannya itu. Tak lain karena dorongan dari kedua orangtuanya, khususnya sang ibu, Tupon (diperankan oleh Kinaryosih). Cerita diawali saat Sekar sudah berada di Oxford University dan sedang memberikan sambutannya sebagai lulusan terbaik di kampus ternama itu. Lantas penonton dibawa bernostalgia ke masa Sekar masih kecil, yang diperankan oleh Chelsea Riansy. Saat berusia 7 tahun, ia sangat membenci sekolah. Lima hari pertama di sekolah, ia sudah sering bolos dan memilih untuk berkunjung ke rumah sahabatnya yang tidak mengenyam pendidikan. Padahal, ibunya mati-matian mencari dana untuk menyekolahkan Sekar.

    Sekar termasuk anak yang cerdas, tetapi ia membenci sekolah lantaran teman-teman sekelasnya senang mengejek dia dan itu membuat Sekar tidak nyaman. Ia percaya bahwa untuk bahagia tak perlu sekolah, tetapi kakek dari sahabatnya menasihati dia. Sampai di puncaknya, sang ayah yang diperankan oleh Teuku Rifnu, mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Tentu ini sangat memukul batin Sekar. Karena sebelumnya, ia telah dikeluarkan dari sekolahnya dan baru dimasukkan ke sekolah barunya. Sewaktu ayahnya mengantarkan Sekar ke sekolah, ia berpesan agar Sekar menjadi anak yang cerdas dan membanggakan keluarga. “Raih mimpimu!” pesan ayahnya saat itu. Itu menjadi titik perjalanan Sekar dalam kesungguhannya hingga berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

    Orang bijak berkata, tidak ada gading yang tak retak. Demikian pula dengan film Mars. Beberapa adegan memang terkesan melompat-lompat, begitu saya mengistilahkannya. Juga logika cerita yang sedikit meleset, sekalipun ini tidak terlalu berpengaruh pada alur cerita. Semisal, sebut saja, adegan saat Sekar kecil masih Sekolah Dasar tetapi berpakaian putih abu-abu yang kita kenal itu identik dengan seragam setingkat SMA. Perlu ada sedikit saja penjelasan agar penonton tidak dibuat bingung. Juga hal lainnya soal pemilihan judul yang diangkat dari novel best seller, Aisworo Ang ini, kurang menonjolkan “Mars” itu sendiri. Meski sempat diistilahkan oleh Tupon sebagai “Lintang Lantip”, tetapi penggalian soal tema itu kurang digarap lebih matang. Penjelasan tentang perjalanan kuliah Sekar yang mengambil Jurusan Astronomi kurang dikulik. Semisal, sedikitnya beri obrolan berisi pengetahuan soal tata surya atau planet mars yang dijadikan tema film.

    Tetapi ada pula hal yang sentimentil dan dramatis. Saat Sekar kecil ingin mengerjakan PR di malam hari, tetapi tidak bisa karena pensil satu-satunya hilang. Ibunya mengetahui hal itu. Di tengah guyuran hujan dan pekatnya malam, sang ibu mencari warung untuk mendapatkan pensil. Saya membayangkan betapa orangtua rela berkorban apapun demi kesuksesan buah hatinya.

    Terlepas dari itu semua, Mars adalah film besutan pertama sutradara yang memiliki nama asli Sahrul Gunawan itu. Pujian, kritik, dan masukan yang membangun, saya rasa tentu sangat ia harapkan, agar ke depannya film yang akan ia garap bisa lebih matang dan mendekati kesempurnaan. Sekali lagi, barangkali pemerintah perlu memberikan perhatian yang serius soal ini. Satu saja gebrakan, semisal membuat film inspiratif yang menggambarkan tentang Banten, dengan menggaet sineas-sineas muda potensial dari Banten. Saya yakin, provinsi ini akan dikenal bukan lagi sebagai “provinsi para koruptor yang santun”, tetapi provinsi yang melahirkan karya-karya film berkelas dan layak bersaing di kancah perfilman Indonesia, bahkan internasional. Barangkali ini juga salah satu pendekatan yang baik untuk mengajak masyarakat agar berlaku positif dengan menyajikan film-film yang berkualitas. [*]

    Cilegon, 3 Mei 2016

    Ade Ubaidil, penikmat film dan mahasiswa Universitas Serang Raya (Unsera). Bercita-cita menjadi sutradara, atau paling tidak karya novelnya difilmkan. *kodekeras :D

    *) Pernah dimuat di Biem.co dan dibaca lebih dari 1000 pengunjung >>> http://www.biem.co/read/2016/05/03/1338/film-mars-anak-muda-banten-9jju
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Novel Adaptasi: YUNI

    (GPU | 174 halaman | Rp. 63.000)

    [PRE-ORDER]

    Pengunjung

    About me

    Photo Profile
    Ade Ubaidil, Pengarang, Cilegon-Banten.

    Pria ambivert, random dan moody. Gemar membaca buku dan berpetualang. Bermimpi bisa selfie bareng helikopter pribadinya. Read More

    Telah Terbit!


    Photo Profile

    Kumpulan Cerpen: Apa yang Kita Bicarakan di Usia 26?

    (Epigraf | 164 halaman | Rp. 50.000)

    [PESAN]

    Bedah Buku Dee Lestari

    Bedah Buku Dee Lestari

    bedah buku #sbtml

    bedah buku #sbtml
    Bedah Buku di SMK Wikrama, Bogor pada: 23 April 2018

    Workshop & Seminar

    Workshop & Seminar

    Popular Posts

    • [RESENSI] NOVEL: HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (GPU, 2015)
    • Musim Layang-Layang (Pasanggarahan.com, 30 Oktober 2015)
    • [MY PROFILE] Terjerembap di Dunia Literasi: Lahan untuk Memerdekakan Pikiran (Utusan Borneo-Malaysia, 13 Desember 2015)

    Blog Archive

    • ►  2012 (5)
      • ►  October (3)
      • ►  December (2)
    • ►  2013 (41)
      • ►  January (1)
      • ►  March (5)
      • ►  April (4)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  August (1)
      • ►  September (3)
      • ►  October (3)
      • ►  November (16)
      • ►  December (5)
    • ►  2014 (20)
      • ►  January (2)
      • ►  April (3)
      • ►  May (1)
      • ►  June (2)
      • ►  July (1)
      • ►  September (1)
      • ►  November (6)
      • ►  December (4)
    • ►  2015 (21)
      • ►  February (5)
      • ►  March (2)
      • ►  April (3)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (5)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
      • ►  December (1)
    • ▼  2016 (31)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  April (2)
      • ▼  May (4)
        • [ESAI] FILM MARS DAN GELIAT SINEAS BANTEN (Biem.co...
        • [ESAI] IQRA' DAN PERINGATAN ISRA MI'RAJ NABI MUHAM...
        • [PUISI] Seorang Wanita dan Buku —yang Sama Tuanya
        • [PUISI] ADALAH DIRIMU-ADE UBAIDIL (7 puisi bicara ...
      • ►  June (1)
      • ►  July (2)
      • ►  August (5)
      • ►  September (4)
      • ►  October (5)
      • ►  November (2)
      • ►  December (3)
    • ►  2017 (41)
      • ►  January (4)
      • ►  February (3)
      • ►  March (8)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  June (8)
      • ►  July (1)
      • ►  August (2)
      • ►  September (3)
      • ►  November (4)
      • ►  December (3)
    • ►  2018 (24)
      • ►  January (3)
      • ►  February (2)
      • ►  March (3)
      • ►  April (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  November (4)
      • ►  December (2)
    • ►  2019 (16)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  May (2)
      • ►  July (3)
      • ►  August (2)
      • ►  September (2)
      • ►  October (2)
      • ►  November (1)
    • ►  2020 (14)
      • ►  January (1)
      • ►  February (1)
      • ►  March (2)
      • ►  April (1)
      • ►  May (2)
      • ►  June (1)
      • ►  August (1)
      • ►  September (1)
      • ►  October (1)
      • ►  November (1)
      • ►  December (2)
    • ►  2021 (15)
      • ►  February (1)
      • ►  March (3)
      • ►  April (1)
      • ►  May (1)
      • ►  June (1)
      • ►  July (1)
      • ►  August (3)
      • ►  September (1)
      • ►  October (2)
      • ►  December (1)
    • ►  2022 (30)
      • ►  January (2)
      • ►  February (1)
      • ►  May (3)
      • ►  June (5)
      • ►  July (1)
      • ►  August (4)
      • ►  September (3)
      • ►  October (2)
      • ►  November (2)
      • ►  December (7)
    • ►  2023 (5)
      • ►  January (4)
      • ►  February (1)

    Followers

    youtube facebook Twitter instagram google plus linkedIn

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top