[CERPEN] DIMAS KANJENG

October 16, 2016

image by google

Aku mah apa atuh?
Oranglah,  sama kek, Dimas Kanjeng.”
Dimas Kanjeng siapa?
Halah, masa nggak tahu siapa dia?
Beneran gue nggak tau.
Gue juga nggak tau, sih.” Otong ketawa canggung, “tanya, yuk sama orang-orang sakti, mereka pasti tahu. Kan mereka SAKTI!
“Siapa?”
“Udah ngikut aja. Yuk!

Berangkatlah dua pemuda tersebut ke sebuah tempat nun jauh di Pantai Pelabuhan Ratu, konon di sana bersembunyi sosok Nyi Roro Kidul, yang terkenal sakti mandraguna. Saat mereka datang sudah ada sekelompok orang yang dengan peralatannya, komat-kamit dengan khusuk sambil menyembah, entah mengeluarkan sumpah serapah atau sejenisnya, bla bla bla. Somat memelototi Otong meminta penjelasan.
Mereka lagi apa, sih? tanyanya, mengerutkan bibir.
Menurut lu lagi apa?
“Ngaji mungkin, jawab Somat ngasal sembari garuk-garuk dengkul temennya.
Hahaha. Emang ada Alquran di sana, adanya juga kemenyan, goblok!
“Hahaha. Iya juga, ya! Terus mereka lagi apa, dong?”
Keduanya masih saling berbincang tak jelas, namun tiba-tiba dari arah selatan Pantai Pelabuhan Ratu, tampak air laut seperti bergejolak kencang, perlahan-lahan tapi pasti, muncul sesosok wanita yang memakai setelan blues biru lengkap dengan sepatu highheels 5 cm berwarna hitam mengilat, rambutnya tergerai panjang, dan dandanannya menor plus heboh ala-ala Nikita Mirzani.
Ebuset! Lu siape? Otong nyeletuk.
Nyi Roro Kidul bego! Siapa lagi! samber wanita itu cepat.
Masa iya Nyi Roro Kidul? di televisi dan google, Nyi Roro Kidul itu make kemben, bajunya kebaya gitu, make selendang juga, pokoknya miriplah sama perempuan Jawa gitu.”
Itu kan, kata televisi dan google, bukan kata saya. Lagian percaya aja sama berita-berita nggak jelas macam gitu.”
Ah, udahlah. Nyi, Roro, eh..., Kidul, hadeh, saya harus manggil apa nih sama situ? ujar Otong.
Panggil Sis aja, lebih bagus dan kekinian.” Barangkali dia sering belanja online.
“Diorder, Sis, kancing jepretnya,” Ejek Otong. Beruntung Somat lekas nyamber.
Maksud kedatangan kami di sini adalah untuk menanyakan siapa itu Dimas Kanjeng.”
Siapa, tuh?
Lah, malah balik nanya.” Keduanya berseru bersamaan.
“Ya, mana saya tahu siapa itu Dimas Kanjeng, emangnya saya Tuhan?”
Kan, konon dirimu orang sakti.”
Orang sakti, bukan berarti Tuhan. Orang itu manusia, manusia itu bukan Tuhan.”
Kalo situ nggak tau segalanya, kenapa orang-orang yang datang ke sini pada menyembah situ, situ kan bukan Tuhan?”
Eh-eh-eh, emang saya yang buat mereka nyembah saya? mereka sendiri yang percaya bahwa saya itu sakti seperti Tuhan. Mereka yang mau, bukan saya yang nyuruh.”
Ohhh....”
Jadi, nggak tahu nih Dimas Kanjeng siapa? tanya Otong terdengar ngilu, menahan kencing.
Coba tanya sama Prabu Siliwangi, dia lebih sakti dari saya, saking saktinya sinetronnya aja laku di televisi, rating-nya tinggi terus, tuh,” sanggah wanita itu sambil berbalik.
Kedua pemuda langsung terbengong, mendengar perkataan Nyi Roro Kidul yang meninggalkan mereka tanpa pamit. “Heran, di laut bisa nonton tipi apa, ya?”

Angin berhembus kencang. Kalau lomba balap lari, bisa juara satu, tuh, angin. Dua pemuda itu nekat menaiki Gunung Salak. Mereka tahu mitos yang beredar, tetapi, “kita kan anak muda kekinian, jadi apapun itu mesti kita kejar.” Kadar kekepoan mereka sudah setinggi planet Mars.
“Bener, tuh. Lebih baik kita tahu itu tai atau pisang goreng, ketimbang mati penasaran.”
“Ebuset, gua, sih, ogahlah. Jangan sok-sokan pinter deh, lu, Tong. Kalo bego, ya, bego aja. Yang pinter akting cukup artis sinetron sama pejabat pemerintah kita aja, deh.”
Mereka menghentikan langkahnya. Saat melihat sekeliling, mereka tahu ternyata sudah berada di puncak Gunung Salak, Bogor. Sebelah tenggara, mereka melihat makam yang dipagari.
Hari menjelang petang, mereka lupa membawa senter.
“Hape Nokia lu, mana? Coba nyalain senternya.”
“Yaelah, dikira lagi nyari jangkrik apa!” Meski begitu, Somat, si pemilik bulu hidung terpanjang sampe dagu itu pun menyerahkan ponselnya.
“Ini gimana, sih? Kagak mau nyala, Tong.” Buru-buru ponselnya dicek. Rupanya lowbet. Sial! Dengus mereka berbarengan.
Mentari pun ngusruk di balik pepohonan. Malam menelan kota dan pegunungan. Bulu kuduk di leher mereka meremang. Tiba-tiba suasana begitu sunyi.
“Pakai ini aja.” Dari belakang mereka tangan seseorang menyodorkan helm bersenter seperti di acara Dunia Lain—sekarang acara itu judulnya [Bukan] Dunia Lain.
“Makasih,” jawab mereka santai. Tetapi kemudian, mereka baru menyadari sesuatu.
“Mat.”
“Iya, Tong.”
“Lu ngerasain yang gua rasain kagak?” temennya cuma ngangguk-ngangguk. Mereka bertukar tatap.
“Kaki gue nginjek tai, nih.”
“Sama gue jugaaa!”
Lekas-lekas mereka melepas sandal jepit rombengnya. Mereka gasruk-gasrukkan kakinya ke tanah dan rerumputan. Sementara orang yang meminjamkan senter helm tadi mulai bete dicuekin.
“Udah?”
Dua orang itu celingukan, mencari sumber suara.
“Ja-ja....”
“Jangan-jangan....” Mata mereka terbelalak. Keduanya bertukar anggukan.
“Satu..., dua..., tiga!”
“Baaa!!!” pria tinggi besar berjenggot sedada itu mengagetkan. Mereka terbirit bersembunyi di balik pohon.
“Eh Somat! Eh Otong! Ngapain, lu, kemari?” Dia menghampiri. “Mana pakek seragam sekolah lagi.”
Pelan-pelan Somat dan Otong mengintip.
“Lho, Bang Panjul?”
“Ngapain di mari, Bang?”
“Menurut, lu?” Panjul menyoroti tubuhnya. Terlihat jelas seragam yang dikenakannya. “Gue pan emang kerja di mariiii!”
“Eh, iya. Jaga makam, kan, ya?”
Panjul ngangguk-ngangguk. “Lu pada ngapain coba kemari? Bolos, lu, ya? Mau nyari nomer buat main togel, ya?”
“Elaaah, Bang. Hare gene main togel, kagak musim. Kerenan dikitlah, maen poker.” Somat hanya menimpali dengan tawanya yang mirip nyengir kuda.
“Terserahlah. Udah sono pada balik. Engkong Dimas sama Engkong Kanjeng nyariin lu pada, noh. Kambingnya belum pada balik katanya.”
Somat dan Otong terperanjat. Kini mereka saling tahu. Kakinya sama-sama keinjek tai lagi.


Bogor-Cilegon, 08 Oktober 2016


*) cerpen komedi anekdot ini ditulis duet oleh Dia Gaara Andromeda dan Ade Ubaidil

You Might Also Like

5 komentar

  1. Jadi, Dimas Kanjeng itu engkong-engkong... ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahha.... :D

      gimana? nyeselkan udah baca? kwwkwkkwk

      Delete
  2. itu maksud perumpamaan planet mars apaan yak? apa planet mars itu planet tertinggi dari planet2 lainnya ya? trus tema aku mah apa tuh nya belum kuat sih menurutku sehingga alasan somat dan otong memutuskan meet and greet sama nyi roro dan prabu sariwangi agak aneh dan kurang masuk akal. udah baca cerpen ini sih jauh sebelum dinilai dewan juru. dan, imho, "dimas kanjeng" memang lebih lemah dari komedi yang lain. duh maaf yaaaa... :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah ada dewan juri. Makasih ya sudah mampir. Emang gak jago bikin komedi sih, da aku mah apa atuh.

      Delete
  3. I like the story, that you have written, so much. I am so excited to know about the continuation of that. Anyway, I am waiting for the next post.

    ReplyDelete