BANK ENDONESA

April 22, 2015

image by: google.com


Blok 3
“Apa lu yakin mau lewat sini?”
“Tenang aja, aman, kok.”
“Lu simpan mobilnya di mana?”
“Itu dia masalahnya, gue lupa!”
“Dasar gundul! Nggak lagi-lagi gue kerjasama bareng, lu!”

Blok 2
“Nggak sia-sia aku punya kekasih sepertimu, Mas.”
“Sudah lepaskan dulu pelukanmu. Kita belum aman!”
“Maksudmu? Di sini sepi, kok.”
“Bukan itu, tapi...”

Blok 3
“Gue mulai ragu.”
“Tenang aja!”
“Tenang kepala, lu! Bangsat! Kita udah hampir sampai ujung gang, tapi mana mobilnya?”
“Harusnya ada di sini, Bos. Gue simpen di dalam ruko bekas. Kalau nggak salah di depan sana.”
“Singkirin tangan lu di depan muka gue! Masalahnya gue denger sirene polisi dari tadi. Agak cepat sedikit jalan lu!”
“Bagaimana mau cepat?! Kaki gue masih gemetaran, maklum pengalaman pertama beroperasi sendirian.”
“Ngomong apa, lu?! Sendirian dari hongkong?!
“A... ampun, Bos. Please, singkirin pistol itu dari kepala gue!”
“Berpencar itu cara supaya nggak ada yang curiga, biar lo paham itu!”
“I-iya, Bos.”
“Oh, iya, yang lain ke mana?”
“Mereka duluan, Bos. Kan, Bos yang nyuruh?!”
“Oh, iya, gue lupa.”

Gedung Bank Endonesa
“Saya tidak mau tahu! Pokoknya mereka harus segera ditangkap!”
“Baik, Pak! Kita sudah hubungi Polisi tadi.”
“Kalau sampai jam 18.00 mereka belum tertangkap, Anda saya pecat!”
“Cuma 3 jam?”
“Ya!”
“Lho.., lho, Pak. Kok, begitu. Itu, kan bagaimana polisinya bisa segera kejar mereka atau tidak. Kenapa jadi saya yang kena ancaman?!”
“Itu salah Anda. Bukankah saat kejadian Anda berada di sini? Dan Anda yang menyerahkan kunci brangkasnya?!”
“I-iya, mau bagaimana lagi, Pak. Mereka bawa senjata. Saya belum mau mati muda. Kasihan tunangan saya, nanti.”
“Ah! Itu urusan Anda. Pokoknya uang itu harus kembali!”
“Te-tenang saja, Pak. Saya dengar polisi di Kota ini bisa diandalkan, tidak seperti di tempat kelahiran saya.”
“Memangnya Anda dari mana?”
“Saya dari—”
“Diamlah! Kenapa saya jadi tanya tempat tinggal Anda. Tidak penting!”
“Saya sudah beri tahu ciri-ciri mobil perampok itu ke Polisi, Pak. Pasti itu sangat membantu pencarian.”
“Terserah! Saya tidak mau tahu soal itu! Pokoknya uang para nasabah harus bisa kembali!”

Blok 1
“Kau lihat dari sisi Utara, biar aku berjaga di Selatan.”
“Baik, Pak.”
“Kau yakin melihat mobil itu lewat sini, kan?”
“Sangat yakin, Pak. Aku juga mendapat keterangan ciri-ciri mobil itu dari petugas Bank. Dia saksinya.”
“Bagus! Aku hafal sekali tempat ini. Di depan ada dua blok. Kamu ambil ke kanan kemudian aku ke kiri.”
“Apa kita hanya berdua saja, Pak? Tidak butuh bantuan lagi?”
“Ini hal sepele. Berdua sudah cukup.”

Blok 2
“Lepaskan dulu tanganmu. Lebih baik kita cari tempat lain.”
“Sudahlah, Mas. Sebentar saja.”
“Awas! nanti aku kesulitan menyetir.”
“Di sini saja dulu, Mas. Tanggung!”
“Masalahnya ini bukan mobilku! Waktu aku mau menjemputmu, aku menemukannya. Jadi kubilang saja saat melintasi blok ini denganmu, mobil ini punyaku. Aku ingin kamu merasa bahagia.”
“Jadi kamu mencurinya?”
“Apa kamu baru tahu kekasihmu ini seorang pencuri?”
“Bangsat!”
“Kenapa kamu menamparku?”
“Kamu menjemputku di sekitar blok ini. Itu berarti tempat kerjaku tak jauh dari sini. Aku tak mau terlibat pencurian ini!”

Blok 3
“Gue heran, kenapa lu tinggalin mobilnya di tempat begini?”
“Nggak gue tinggal, kok, Bos. Waktu di bank tadi gue bawa tuh mobil.”
“Gue tahu, bego. Kan, gue juga di sono. Maksud gue, kenapa waktu jemput gue di persimpangan tadi lu malah jalan kaki?”
“Gue takut dicurigai. Masalahnya banyak yang liat mobil itu.”
“Percuma dong lu jemput gue. Tahu begini gue tunggu aja di tempat tadi. Aaarrggh! Udahlah. Terus lu simpan duitnya di mana?”
“Di jok belakang mobil.”
“Begooo!!!”

Blok 1
“Kijang satu, Kijang satu, Pak saya melihat mobilnya.”
“Tahan dulu, awasi saja. Aku segera ke sana.”
“Baik, Pak.”

Blok 2
“Kamu harusnya senang.”
“Mas...”
“Kenapa matamu melotot begitu, lihat aku.”
“Ma-mas...”
“Bego, ya, yang punya mobil ini. Masa kuncinya dibiarkan menggantung di kontak mobilnya.”
“I-itu uang siapa?”
“Ha.... jangan-jangan....”

Gedung Bank Endonesa
“Santi ke mana?”
“Kekasihnya tadi menjemput dia kemari, Pak.”
“Lalu?”
“Ya, dia pergi.”
“Di saat seperti ini dia seenaknya pergi?!”
“Mau bagaimana lagi, Pak. Tadi saya kalap. Jadi tidak bisa mengatur banyak orang.”
“Jangan-jangan dia bagian dari perampok itu?!”

Blok 2
Beberapa meter di depan mobil.
“Bos, ternyata gue lupa markirinnya. Itu dia mobil kita.”
“Bego, lu! Ya, sudah. Cepat kita ke sana.”

Beberapa langkah di belakang mobil.
“Siapkan pistolmu. Pasti perampok itu juga sedang mengawasi kita.”
“Baik, Pak.”
Di dalam mobil.
“Ma-mas....”
“Apa?”
“Lihat belakang....”
“Ada apa?”
“Po... Polisi.”
“Gawat! Kamu juga lihat depan...”
“Ada apa, Mas?”
“Kayaknya mereka yang punya mobil ini deh...”
“Mati aku!”
Cilegon, 25 September 2014

You Might Also Like

2 komentar

  1. gkgkkgkgk...! lucu...lucu...lucu... :D cuma, kalo boleh ngasih masukan, coba sedikit gambarkan keadaan jalanan gang yang dilewati si perampok itu lewat dialognya. itu gang keadaannya gimana, banyak sampah atau rongsokan kah, mulus-mulus aja kah. misalnya, kalo jalanannya berlubang, bisa dikasih dialog pas si bosnya mengumpat karena dia terperosok salah satu lubangnya. jadi pembaca bisa kebayang tuh gimana jalanan yang dilalui si perampok itu walaupun tanpa deskripsi. apalagi di situ ada dialog begini dari salah satu si perampoknya: “Gue heran, kenapa lu tinggalin mobilnya di tempat begini?”

    tapi, karena di situ nggak digambarkan (lewat dialog) yang dimaksud "tempat begini" itu tempat yang gimana, saya sebagai pembaca jadi nggak bisa ngebayangin itu tempat teh tempat kayak gimana. hhee..

    ReplyDelete
    Replies
    1. oh, iya juga. baru nyadar. hehe.... makasih teh masukannya, bener2 sulit nulis full dialog ternyata haha

      Delete